Kami menyadari fenomena peningkatan inflasi kesehatan di Indonesia ini berdampak pada tingginya out-of-pocket health expenditures.
Jakarta (ANTARA) - IFG Progress, lembaga think tank dari Indonesia Financial Group (IFG), mencatat bahwa masyarakat di wilayah Kalimantan memiliki pengeluaran pribadi (out-of-pocket expenditures) terbesar untuk sektor kesehatan, yakni sebesar Rp6,73 juta, sepanjang 2021-2023.

Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim K Rohman menyampaikan bahwa walaupun sudah ada BPJS Kesehatan sebagai proteksi asuransi yang dijamin oleh pemerintah dengan cakupan yang luas, biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh masyarakat tersebut tetap tinggi.

“Kami menyadari fenomena peningkatan inflasi kesehatan di Indonesia ini berdampak pada tingginya out-of-pocket health expenditures. Dengan peningkatan pembelian produk kesehatan dan obat-obatan, klaim asuransi kesehatan juga meningkat,” kata Ibrahim K Rohman, di Jakarta, Kamis.

Ia menuturkan bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingginya biaya kesehatan, di antaranya pengeluaran kunjungan ke rumah sakit (frequency) dan biaya rawat inap (length).

Pihaknya mencatat bahwa untuk setiap satu kali kunjungan ke rumah sakit, masyarakat rata-rata dapat mengeluarkan belanja kesehatan sebesar Rp695.903, sedangkan untuk penambahan satu hari rawat inap di rumah sakit akan meningkatkan belanja kesehatan sebesar Rp810.301.

“Dengan meningkatnya biaya kesehatan dan jumlah klaim, perusahaan asuransi harus beradaptasi dan mencari cara untuk membantu mengelola risiko yang dihadapi nasabah sekaligus mengelola dampak risiko bisnis perusahaan,” ujarnya lagi.

Professor of Health Policy and Insurance Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrany menyatakan bahwa biaya kesehatan yang tinggi salah satunya dipicu oleh distribusi layanan kesehatan di Indonesia yang masih terpusat di kota-kota besar.

Hal tersebut menyebabkan biaya perawatan di daerah yang lebih terpencil menjadi jauh lebih tinggi, karena pasien cenderung menunggu sampai kondisi kesehatannya memburuk untuk bisa mendapatkan perawatan.

“Kemajuan teknologi juga turut mendorong biaya kesehatan menjadi tinggi, apalagi layanan perawatan kesehatan itu menjadi semakin canggih, di samping faktor aging population yang mulai naik di Indonesia, yang karena usia, harus membutuhkan perawatan kesehatan,” katanya pula.

Selain layanan kesehatan yang belum merata dan kemajuan teknologi medis, Sekretaris Perusahaan IFG Oktarina Dwidya Sistha mengatakan bahwa inflasi medis juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya belanja kesehatan masyarakat.

Mempertimbangkan kondisi tersebut, ia menyatakan bahwa industri asuransi sebagai salah satu yang memfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan akses ke layanan kesehatan perlu meningkatkan kapasitas perseroan untuk menjamin keberlanjutan bisnis mereka.

“Industri asuransi perlu memiliki fondasi yang kuat dan sehat untuk menjamin keberlanjutan dan ketahanan bisnis, baik di tingkat nasional maupun global,” katanya lagi.
Baca juga: Penguatan layanan promotif dan preventif mampu tekan biaya kesehatan
Baca juga: Biaya hidup dan trauma menyebabkan gangguan mental di Jakarta


Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024