Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dan militer dari CSIS, J Kristiadi, menilai polemik yang terjadi antara BJ Habibie dan mantan Pangkostrad Letjen (Purn) Prabowo Subianto, menyusul buku yang diluncurkan mantan Presiden RI itu, telah membawa suatu fenomena baru dalam budaya masyarakat Indonesia untuk menilai suatu kebenaran. "Bagus. Ini perkembangan yang bagus untuk menilai 'kebenaran' itu sendiri," kata pengamat politik dan militer dari CSIS J Kristiadi kepada ANTARA di Jakarta, Senin. Ia mengemukakan hal itu berkaitan dengan riuhnya polemik yang terjadi antara Habibie dan Prabowo selama September, menyusul buku yang diluncurkan oleh mantan Presiden RI keempat itu pada 21 September 2006. Buku berjudul "Detik-Detik yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi", mengundang reaksi keras putra tertua begawan ekonomi Indonesia Prof. Soemitro Djodjohadikusumo. Prabowo merasa buku yang terdiri dari empat bab dengan 549 halaman itu merugikan dirinya. Kristiadi berpendapat ruang publik kini disemarakkan oleh perdebatan mengenai berbagai masalah sosial kemasyarakatan. Hal ini, ujarnya, menandai suatu era baru bagi perkembangan masyarakat Indonesia yang selama puluhan tahun merasa sumpek, karena dibungkam oleh penguasa. Masyarakat sepertinya menemukan kembali kebebasannya dalam menyatakan gagasan dan pendapat dan itu merupakan sesuatu yang wajar dalam suatu masyarakat yang demokratis. "Fenomena ini sangat menggembirakan karena kultur oral atau budaya tutur yang selama ini menjadi kebiasaan masyarakat tampaknya mulai berubah menjadi kultur tulis," ujarnya. Menurut dia, di masa mendatang budaya tulis menulis akan sangat berguna, karena telah menjadi suatu referensi untuk berbagai keperluan, termasuk dalam menilai kebenaran. Budaya tulis juga akan sangat bermanfaat bagi aktivitas akademik, katanya. Sejak reformasi banyak tulisan yang bermunculan, baik berupa artikel lepas maupun buku oleh berbagai kalangan. "Kebiasaan seperti ini perlu terus dikembangkan untuk mendorong generasi muda agar terbiasa menyampaikan pendapat, pemikiran dan gagasan secara tertulis," ujarnya Baik Habibie dan Prabowo sendiri selama ini tetap ngotot dengan pendirianya. Habibie tidak pernah mau merevisi isi bukunya, seperti yang dituntut Prabowo, terutama yang berkaitan dengan pencopotan dirinya sebagai Pangkostrad dan soal kudeta. Banyak pihak mendorong Prabowo untuk segera menulis biografinya sendiri guna menjelaskan kepada publik kebenaran versi dirinya. (*)
Copyright © ANTARA 2006