Jenewa (ANTARA) - Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Lebanon, Abdul Nasir Abubakar, pada Rabu (16/10) memperingatkan bahwa risiko penyebaran kolera di Lebanon "sangat tinggi" karena adanya pergerakan pengungsi.
Pernyataan itu muncul setelah Kementerian Kesehatan Lebanon mengonfirmasi kasus pertama kolera di Lebanon—negara yang menjadi target serangan Israel.
Dalam jumpa pers di Jenewa, Abubakar mengatakan bahwa kasus infeksi itu dilaporkan di sebuah daerah di Lebanon utara yang belum mendapatkan vaksinasi kolera.
Di tengah pergerakan pengungsi ke utara, dia menyebut risiko penularan "sangat tinggi" karena penduduk selatan tidak memiliki kekebalan terhadap kolera dalam beberapa dekade terakhir.
WHO, bersama Kementerian Kesehatan Lebanon dan para mitra, berupaya menjaga ketersediaan air dan sanitasi di daerah-daerah berisiko tinggi.
Dalam jumpa pers itu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa pihaknya telah memulai upaya mitigasi untuk memperkuat pengawasan dan pelacakan kontak, termasuk pengambilan sampel air di seluruh Lebanon.
Program vaksinasi oral dengan sasaran 350.000 orang di daerah-daerah berisiko tinggi juga telah diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan.
Namun, Tedros menyesalkan implementasi program tersebut terganggu oleh konflik.
WHO telah memverifikasi 23 serangan terhadap fasilitas kesehatan di Lebanon yang menyebabkan 72 staf medis dan pasien tewas dan 43 lainnya luka-luka.
Sumber: Anadolu
Baca juga: WHO: 72 pasien, staf medis tewas akibat serangan Israel di Lebanon
Baca juga: Netanyahu ke Macron: Israel tolak gencatan senjata sepihak di Lebanon
Penerjemah: Primayanti
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2024