Yangon (ANTARA) - Menjelang hari bulan purnama Thadingyut, masyarakat di seluruh Myanmar sibuk mempersiapkan festival tersebut dengan menghias rumah dan toko mereka menggunakan lampion beraneka warna dan pulang ke kampung halaman mereka untuk berkumpul bersama keluarga.

Festival yang menandai turunnya Sang Buddha dari surga itu merupakan salah satu momen perayaan dan kebersamaan. Rumah-rumah dan pagoda-pagoda berbalut cahaya hangat dari berbagai lampion, lampu minyak, dan lilin, baik yang tradisional maupun modern.

Di tengah keramaian pasar Yangon, Ma Su Mar Lwin (40) yang berasal dari daerah pinggiran kota, berjalan melewati kerumunan, kemudian membeli sejumlah lampion dan pernak-pernik perayaan untuk menyambut festival tersebut.

"Tahun ini, saya menggantungkan lampion-lampion yang indah," kata wanita itu pada Senin (14/10), sembari menunjukkan lampion buatan China yang baru dibelinya.

"Lampion-lampion ini indah, terang, dan apik. Setiap tahun, saya ingin menggantungkan lampion baru di rumah, terutama lampion merah dari China," imbuh Ma Su Mar Lwin.

Orang-orang membeli dekorasi festival Thadingyut di pasar di Yangon, Myanmar, 14 Oktober 2024. (Xinhua/Myo Kyaw Soe)

Kios-kios yang menjual lampion dan pernak-pernik perayaan lainnya menjadi hidup di pusat kota Yangon. Beberapa dari kios ini dihiasi dengan lampion-lampion khas China, yang sebagian besar produknya diimpor dari China.

Salah satu kios tersebut adalah milik Ko Moe Kyaw, yang telah memenuhi kiosnya dengan berbagai lampion warna-warni.

"Saya telah menjual produk-produk ini selama sekitar 30 tahun," ujarnya sembari menata dagangannya dan menjawab pertanyaan pelanggan.

"Produk China laris terjual karena kualitasnya bagus. Produk China menawarkan berbagai macam desain dan warna," tutur Ko Moe Kyaw.

"Tiga hingga empat hari sebelum festival, penjualan mencapai puncaknya. Para pelanggan tidak hanya membeli lampion tetapi juga balon udara panas, kembang api, serta pernak-pernik perayaan lainnya yang juga buatan China," tambahnya.

Seorang pedagang menjual lentera buatan China untuk festival Thadingyut di Yangon, Myanmar, 14 Oktober 2024. (Xinhua/Myo Kyaw soe)

Than Kyaw Soe, seorang warga berusia 44 tahun dari Kota Okkalapa Selatan, yang juga sedang berada di pasar itu, tengah mencari lampion dan balon udara panas untuk Festival Thadingyut. "Kali ini, saya memilih produk dari China," ungkapnya.

"Saya telah menjual berbagai perlengkapan untuk Thadingyut selama sekitar 15 tahun, dan produk-produk China kian populer karena memiliki begitu banyak variasi yang tersedia," ujarnya.

Foto yang diambil pada 14 Oktober 2024 ini menunjukkan lentera tradisional lokal di sebuah toko di Yangon, Myanmar. (Xinhua/Myo Kyaw Soe)

Meski popularitas lampion China meningkat, lampion tradisional masih menjadi bagian penting dari perayaan itu bagi banyak orang, ungkap sejumlah warga setempat.

Di sebuah jalan yang lengang di Kota Kyimyindaing, Thuta, seorang penjual lampion bambu tradisional, melanjutkan bisnis yang diwariskan dari generasi ke generasi. "Bisnis kami sudah berdiri sekitar 50 tahun yang lalu sejak zaman kakek dan nenek kami," ujarnya.

Ketika ditanya mengenai popularitas lampion China, Thuta mengatakan, "Pilihannya tergantung pada preferensi pribadi. Beberapa orang lebih menyukai lampion kertas China, sementara yang lain memilih kerajinan tradisional kami."

"Kami menciptakan desain baru setiap tahunnya. Kali ini, kami membuat lampion berbentuk tumbling kelly, lampu, dan mahkota. Ribuan lampion terjual setiap tahun," tambah Thuta.

Seorang pedagang memajang lentera tradisional setempat untuk festival Thadingyut di Yangon, Myanmar, 14 Oktober 2024. (Xinhua/Myo Kyaw soe)

"Lampion-lampion kertas China menambahkan sentuhan modern dengan warna-warnanya yang cerah, sedangkan lampion bambu tradisional mencerminkan kekayaan warisan dan keterampilan," ujar U Soe Win, seorang warga setempat.

Festival Thadingyut di Myanmar umumnya dirayakan selama tiga hari, yakni sehari sebelum bulan purnama, hari bulan purnama, dan sehari setelahnya. Hari bulan purnama Thadingyut tahun ini jatuh pada Kamis (17/10).


Pewarta: Xinhua
Editor: Ade irma Junida
Copyright © ANTARA 2024