Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengajak seluruh pihak untuk mempererat kerja bersama mewujudkan cita-cita bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

"Komitmen kita pada penghapusan kekerasan terhadap perempuan mencakup persoalan di masa lalu, kini, dan juga mengantisipasi perkembangan kekerasan berbasis gender di masa depan," ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam malam puncak peringatan Ulang Tahun Ke-26 Komnas Perempuan di Jakarta, Rabu malam.

Andy Yentriyani menuturkan sebagai lembaga pertama yang didirikan setelah Orde Baru, Komnas Perempuan adalah "putri sulung" reformasi.

Lembaga ini didirikan atas desakan masyarakat sipil yang meminta tanggung jawab negara terkait kekerasan seksual dalam Tragedi Mei 1998.

Baca juga: Komnas: Kolaborasi harus diperkuat hapus kekerasan terhadap perempuan

Dalam menjalankan mandatnya, Komnas Perempuan menyikapi kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah personal, publik, dan negara.

"Hasil kerja, metode atau cara kerja, jaringan kerja yang bertumbuh, dan budaya organisasi yang menguatkan karakter lembaga nasional HAM dan sekaligus bagian gerakan sosial menjadi fondasi untuk Komnas Perempuan menjadi semakin efektif dan strategis dalam merespons kompleksitas persoalan kekerasan terhadap perempuan," kata Andy Yentriyani.

Sejumlah capaian penting Komnas Perempuan dapat dikelompokkan ke dalam delapan aspek, yaitu bangunan pengetahuan tentang kekerasan terhadap perempuan, alat advokasi kebijakan, dan penyikapan kasus kekerasan berbasis gender.

Baca juga: Komnas Perempuan gelar kampanye 16 hari anti kekerasan perempuan

Kemudian pedoman penguatan kapasitas, platform kerja sama dan peningkatan dukungan publik, akses bagi rujukan publik, dan penguatan kelembagaan.

"Capaian dalam bentuk rekomendasi yang ditindaklanjuti termasuk dalam pembentukan landasan hukum baru, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," katanya.

Selain itu, juga rekomendasi kebijakan daerah terkait sistem peradilan pidana terpadu dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan (SPPT PKKTP) dan upaya harmonisasi kebijakan menyikapi kebijakan-kebijakan diskriminatif yang terbit atas nama otonomi daerah.

Baca juga: FPL: Data kekerasan terhadap perempuan diharap jadi rujukan advokasi

Komnas Perempuan juga mengembangkan platform kerja sama, seperti kampanye "Indonesia itu Bhinneka", "Mari Bicara Kebenaran", dan Pundi Perempuan.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024