Jakarta (ANTARA) - Ketua Aliansi Akademisi Komunikasi Indonesia untuk Pengendalian Tembakau (AAKIPT) Eni Maryani menyebut pentingnya akreditasi kawasan tanpa rokok (KTR) di seluruh kampus.

“Sebenarnya di kampus juga advokasi itu masih rendah, karena memang orang sungkan dengan teman-teman yang masih merokok. Implementasi pelarangan merokok di lapangan itu memang harus di masing-masing program studi (prodi), dan akreditasi itu kan di prodi, karena yang paling kuat kan prodi yang akan mengatur dosen,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Rabu.

Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerja sama dengan AAKIPT dan Center of Health and Gender Literacy School of Public Relations mengadvokasi penerapan indikator KTR demi mewujudkan kampus sehat tanpa asap rokok serta melindungi kampus dari paparan iklan dan promosi rokok.

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, Jawa Barat ini menegaskan, apabila KTR menjadi indikator dalam akreditasi kampus, seluruh prodi akan lebih mudah mengelola dan bergerak untuk kampus sehat tanpa asap rokok.

“Kalau akreditasi kan sangat konkret, jelas ke prodi gitu ya, jadi tentu mengelolanya lebih mudah karena masing-masing prodi pasti akan berbicara,” ucapnya.

Ia juga menekankan pentingnya membuat peringatan dilarang merokok di kampus sebagai langkah awal untuk mewujudkan kampus sehat.

“Paling tidak misalnya ada peringatan jangan merokok dan sebagainya, karena di kampus tidak ada peringatan dilarang merokok, di sini hampir belum ada,” tuturnya.

Ia juga menekankan pentingnya sosialisasi bahaya rokok jenis apapun, termasuk elektrik kepada mahasiswa, karena sudah banyak yang menyadari bahaya terhadap kesehatan dari rokok tetapi masih banyak yang melakukannya.

“Merokok itu bukan masalah apakah Anda cepat meninggal atau tidak, kan banyak yang beralasan kalau misal kakeknya merokok tapi tetap berumur panjang kok, tapi ini masalah kesehatan, kalau Anda berumur panjang tetapi tidak sehat kan sayang,” ujar dia.

Menurut dia, orang-orang tua terdahulu bisa panjang umur meski merokok karena memiliki situasi yang berbeda dengan sekarang, baik dari segi lingkungan maupun gaya hidup.

“Memang walaupun mungkin mereka juga ada gangguan dari kesehatan rokok, tetapi mereka punya cara hidup yang lebih baik yang barangkali bisa mengatasi dampak rokok dengan cara hidup, udara yang lebih baik dan sebagainya, makan yang lebih baik, kalau kita kan cara hidupnya sudah enggak bagus, makannya juga sudah tidak bagus, lalu berharap bisa panjang umur,” paparnya.

Selain itu, Eni juga mengemukakan pentingnya sosialisasi tentang bahaya rokok elektrik.

“Sosialisasi itu harus dikembangkan, karena sebagian remaja atau mahasiswa itu tidak paham bahwa sebetulnya yang elektrik itu lebih bahaya, dan memang belum ada sosialisasi, jadi belum banyak yang tahu, jangan sampai tren dan gaya hidup yang merusak itu kita diamkan saja,” demikian Eni Maryani.

Baca juga: Komnas: Implementasi Program Kawasan Tanpa Rokok masih lemah
Baca juga: Kemenkes apresiasi komitmen daerah kendalikan konsumsi rokok

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024