Depok (ANTARA) - Universitas Indonesia (UI) melalui Digital Financial Center (DFC), Program Pendidikan Vokasi bersama dengan Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) mengajak wirausaha muda agar bijak mengelola finansial lewat CIPS Learning Hub Goes to Campus.

Kegiatan yang ditujukan untuk para wirausaha gen z dan mahasiswa secara luas ini, mengangkat topik yang bertajuk “Wirausaha Muda yang Bijak Finansial”.

Seminar yang menghadirkan beberapa pelaku bisnis, seperti Zaki Jauhar, Direktur Keuangan Nibras Corp; Muhammad Nidhal, peneliti CIPS; dan Dede Suryanto, akademisi sekaligus pemerhati keuangan digital, berhasil mengidentifikasi beberapa masalah penting literasi keuangan di kalangan wirausaha gen z.

"Pemanfaatan sumber dana melalui fintech harus dilakukan dengan perhitungan yang tepat agar tidak menimbulkan risiko keuangan pada bisnis mereka. Pelaku UMKM sangat rentan terjebak dengan penawaran pinjaman dana dari fintech dengan bunga tinggi yang tidak mereka sadari,” kata Zaki Jauhar di Depok, Rabu.

Zaki menyampaikan bahwa pengetahuan tentang manajemen keuangan penting dimiliki oleh wirausahawan, salah satunya untuk melakukan keputusan pendanaan.

Di samping itu, menanggapi maraknya penawaran produk secara daring di berbagai platform e-commerce, Nidhal mengatakan bahwa menghadapi banyaknya tawaran promo pada platform market place dan media sosial kerap membuat gen z berperilaku konsumtif.

Nidhal mengatakan, pengendalian diri melalui pengaturan keuangan sangat diperlukan agar mencegah perilaku impulsive buying.

“Saran saya adalah menahan diri dari hasrat belanja dan membuat akun media sosial khusus untuk belanja secara terpisah dari akun privat agar tidak dibayangi algoritma dari e-commerce. Kunci pengendalian diri dalam pengelolaan keuangan adalah membuat perencanaan keuangan yang baik sesuai dengan tujuan keuangan yang akan dicapai,” ujar Nidhal.

Selaras dengan penyampaian Zaki dan Nidhal, Dede mengatakan bahwa literasi keuangan dimulai dari proses memahami produk keuangan yang ditawarkan, mengetahui fungsi dan manfaat produk, serta memperhatikan aspek keamanan dalam penggunaannya.

“Tak kalah penting, kita perlu memastikan apakah produk keuangan yang ditawarkan tersebut telah memiliki izin resmi Otoritas Jasa Keuangan agar terhindar dari risiko yang tidak diinginkan di kemudian hari. Setelah dinilai aman dan dirasa bermanfaat, produk keuangan tersebut dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari,” ujar Dede.

Menutup sesi diskusi interaktif dengan audiens, Dede yang juga merupakan Ketua Digital Financial Center Vokasi UI, menegaskan bahwa literasi keuangan menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah, dunia pendidikan, pelaku industri keuangan, dan segenap elemen masyarakat dalam bentuk kolaborasi dan sinergi dari semua pihak.

“Literasi keuangan di kalangan gen z harus dilakukan secara cerdas dan mencerdaskan. Dengan kata lain, gen z harus memiliki kecerdasan finansial, cermat, dan bijak dalam menggunakan berbagai produk keuangan digital dalam kehidupan sehari-hari,” kata Dede.

Seiring perkembangan teknologi terutama pada bidang keuangan dan perbankan, berbagai fintech berlomba-lomba menawarkan produk layanan keuangan berbasis digital yang menyasar pada kalangan gen z.

Di sisi lain, menurut data Survey Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022, tingkat literasi keuangan di Indonesia masih berada di angka 49,68 persen.

Sehingga, perlu adanya program literasi keuangan yang menyasar masyarakat, khususnya gen z yang memiliki populasi terbesar, yaitu 74,93 juta jiwa.

Baca juga: Samuel Ray: Kaum muda perlu tahu risiko sebelum pilih produk keuangan
Baca juga: Kiat jadi pahlawan finansial keluarga 
Baca juga: Tips raih kemerdekaan finansial bagi milenial

 

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024