Jakarta (ANTARA) - Fokus kebijakan luar negeri Indonesia berubah begitu berakhirnya era kepemimpinan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang resmi digantikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak Oktober 2014.

Jika SBY berfokus pada penguatan demokrasi Indonesia dan peningkatan peran Jakarta dalam berbagai institusi internasional, Jokowi justru memanfaatkan diplomasi untuk mewujudkan ambisi pembangunan Indonesia. Hal itu, terutama dalam membantu menjalankan proyek infrastruktur dan konektivitas, serta yang terkini, guna menyukseskan gawe besar pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara.

Kebijakan luar negeri Indonesia pada era Jokowi lebih berfokus pada pemanfaatan diplomasi untuk pembangunan ekonomi, atau banyak pihak menyebut sebagai inward-looking foreign policies.

Keberpihakan Jokowi pada isu-isu ekonomi terlihat nyata dari keikutsertaannya dalam banyak forum internasional, seperti G20 dan APEC, sementara selama 10 tahun masa kepemimpinannya, tidak pernah sekali pun ia hadir secara langsung pada Sidang Majelis Umum PBB di New York.

Sejumlah pengamat menilai absennya Jokowi dalam Majelis Umum PBB disebabkan secara ekonomi, pertemuan tingkat tinggi itu tidak membawa banyak keuntungan bagi Indonesia, meskipun pada 2020 dan 2021, untuk pertama kalinya Jokowi mengikuti Sidang Majelis Umum PBB secara virtual karena pandemi COVID-19.

Berbeda pula dengan SBY yang membawa Indonesia lebih dekat ke AS dan negara-negara penganut paham liberal lainnya, Jokowi bersikap lebih tegas dan mengkritisi kegagalan Barat dalam mengurangi kesenjangan global.

Pria asal Solo, Jawa Tengah, itu justru menyerukan peningkatan kerja sama di antara negara berkembang (Global South) dan tidak segan merangkul China demi ekonomi yang semakin maju.

Di bawah pemerintahan Jokowi, untuk pertama kalinya Indonesia juga menginisiasi beberapa forum bisnis guna mengeksplorasi potensi kerja sama dengan mitra non-tradisional, di antaranya melalui Indonesia-Africa Forum (IAF) serta Indonesia-Latin America and the Caribbean Business Forum (INA-LAC).

Sementara di ASEAN, Indonesia terus memainkan peran penting dengan menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia.

Indonesia masih memimpin upaya untuk memulihkan demokrasi di Myanmar, yang menghadapi krisis pascakudeta militer pada 2021, dengan mengawal implementasi Konsensus Lima Poin.

Dalam menyikapi perbedaan posisi negara anggota ASEAN dalam berbagai isu, di antaranya sengketa Laut China Selatan dan AUKUS, Indonesia selalu mengedepankan sentralitas dan persatuan ASEAN.

Peran strategis Indonesia dalam mengatasi persaingan di antara kekuatan besar juga tampak dalam KTT G20 di Bali tahun 2023, ketika Indonesia sebagai tuan rumah berhasil mengumpulkan hampir seluruh pemimpin G20 dalam pertemuan yang diwarnai ketegangan geopolitik dengan adanya perang dagang AS-China serta pecahnya perang Rusia dan Ukraina.

Tercapainya G20 Bali Leaders’ Declaration yang merupakan konsensus di antara semua negara G20 kala itu menunjukkan peran penting Indonesia sebagai kekuatan menengah di Asia, tanpa harus memihak siapa pun.

Dalam pembukaan KTT G20, Presiden Jokowi menegaskan upaya Indonesia untuk selalu menjembatani berbagai perbedaan dan bekerja keras guna menghasilkan sesuatu yang konkret dan bermanfaat bagi dunia, khususnya dalam menangani dampak pandemi COVID serta krisis pangan, energi, dan keuangan.


Setelah Jokowi

Analis Lowy Institute, Ben Bland, menyebut Jokowi adalah sosok yang penuh kontradiksi.

Keahlian, kesederhanaan, dan pragmatismenya mungkin dikagumi para pemimpin dunia dalam komitmen mereka terhadap multilateralisme selama dekade terakhir.

Upayanya untuk menempatkan Indonesia di panggung internasional juga perlu diakui, dengan kemampuan ekonomi Indonesia yang mulai dipertimbangkan sejumlah negara maju.

Jokowi bisa disebut “penjaga kepentingan nasional” yang baik, sambil ikut menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang di tengah tatanan politik global yang dipenuhi konflik, krisis, dan perebutan pengaruh seperti saat ini.

Sementara itu, peneliti dan associate lecturer pada School of Political Science and International Studies University of Queensland, Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, mengatakan Indonesia bisa memainkan peran yang lebih besar secara global melalui strategi kebijakan luar negeri yang lebih kreatif.

Menjelang berakhirnya masa jabatan Jokowi pada 20 Oktober 2024, penerusnya, yakni Presiden terpilih Prabowo Subianto perlu mengatasi meningkatnya ketegangan di kawasan Indo-Pasifik serta tantangan keamanan non-tradisional, seperti perubahan iklim, krisis energi, dan isu kesehatan global.

Umar menjelaskan bahwa untuk menjaga ketertiban dan persatuan di antara negara-negara anggota ASEAN di tengah meningkatnya persaingan AS-China, Indonesia perlu menegaskan kepemimpinan yang lebih kuat dalam ASEAN dan menyelesaikan masalah intra-regional, khususnya pemulihan demokrasi di Myanmar.

Misalnya, Indonesia dapat memanfaatkan kredibilitas dan sumber daya regionalnya untuk membujuk kekuatan-kekuatan yang berseberangan di Myanmar untuk mengadakan perundingan damai, khususnya junta.

Forum-forum ASEAN juga dapat digunakan sebagai tempat bagi mitra dialog ASEAN, termasuk AS dan China, untuk berbicara dan meredakan ketegangan diplomatik di Myanmar.

Di luar Asia Tenggara, Indonesia perlu memperdalam keterlibatan dengan negara-negara kecil dan menengah lainnya dengan membangun landasan bersama di lembaga-lembaga internasional, khususnya PBB.

Salah satu contohnya adalah kampanye aktif Indonesia untuk mengantisipasi dan mempersiapkan diri menghadapi krisis kesehatan global di masa mendatang, dengan peluncuran Dana Pandemi yang saat ini diselenggarakan oleh Bank Dunia.

Indonesia dapat merangkul inisiatif serupa di masa mendatang dan berkolaborasi dengan negara-negara menengah lainnya, seperti Uni Emirat Arab, India, Jepang, dan Kanada.

Inisiatif semacam itu dapat menjadi semakin penting untuk meredakan ketegangan negara-negara besar dan mengatasi masalah keamanan yang menyangkut negara-negara kecil dan menengah.


Artikel ini merupakan bagian dari Antara Interaktif vol. 86 Orkestrasi Jokowi. Selengkapnya bisa dibaca Di Sini

 



Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024