Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid menyebutkan generasi muda menjadi ujung tombak dari pemajuan budaya batik di Indonesia menjadi lebih optimal.

"Ini tugas yang akan jatuh ke pundak generasi muda mendatang yang hadir dengan ide-ide segar tentang bagaimana batik ini bisa berkembang. Dan saya percaya bahwa kemampuan kita dari segi talenta itu tidak kurang," kata Hilmar di Jakarta, Selasa.

Peran generasi muda menurut Hilmar dalam menjaga batik sebagai budaya Indonesia sudah dibuktikan dalam beragam kondisi, salah satunya saat UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya takbenda pada 15 tahun yang lalu.

Setelah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono menginisiasi gerakan untuk menggunakan batik di hari Jumat.

Baca juga: 366 helai batik jadi koleksi museum antropologi terbesar di Austria

Baca juga: Wamenparekraf: Batik berperan sebagai alat diplomasi budaya


Gerakan itu berhasil dipopulerkan tidak lain dan tidak bukan karena generasi muda begitu semangat untuk menjaga dan menggunakan batik di dalam keseharian.

Sejak saat itu, kini penggunaan batik tidak lagi terbatas dan semakin beragam yang artinya terbentuk budaya baru di masyarakat mengenai batik.

Hilmar mengatakan, saat ini banyak pihak sudah banyak yang mengambil keuntungan dari batik sebagai budaya asal Indonesia. Tak sedikit jenama-jenama fesyen besar menjadikan batik sebagai koleksi khusus, namun sayangnya hal itu tidak berdampak langsung kepada perajin batik.

Oleh karena itu, pemajuan budaya batik harus kembali dilakukan oleh generasi muda sebagai generasi penerus bangsa sejalan dengan hadirnya Undang-Undang nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Budaya.

Dengan demikian, batik tidak hanya sebatas budaya yang membanggakan di kemudian hari tapi juga bertumbuh dan memberikan lebih banyak dampak positif termasuk memberikan kesejahteraan kepada para perajinnya.

Salah satu hal yang harus diperjuangkan generasi muda dalam pemajuan batik sebagai budaya ialah dengan mendorong pengelolaan batik sebagai kekayaan intelektual nasional.

Pengelolaan batik sebagai kekayaan intelektual yang berdasar hukum diperlukan mengingat sebagai budaya, batik tetap mengikuti zaman dan terus bertumbuh seiring berjalannya waktu.

Hilmar mengambil contoh kasus terkait perkembangan batik di Jawa Barat, menurut dia sebelum 2008 mungkin hanya ada lima daerah yang terkenal mengembangkan batik, yaitu Cirebon, Tasikmalaya, Indramayu, Garut, dan Ciamis.

Namun setelah hadirnya Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB) yang menggemakan dan menyebarkan proses membatik kini batik di Jawa Barat telah hadir di 27 wilayah.

Menurut Hilmar, apabila batik-batik itu tidak dijaga kekayaan intelektualnya oleh generasi penerus bangsa maka bukan tidak mungkin batik tersebut bisa direbut oleh pihak lain dan akhirnya lagi-lagi perajin batik di dalam negeri yang dirugikan.

"Jadi tugasnya untuk kita sekarang memastikan bahwa semuanya terlibat berbagi peran agar batik dijaga kekayaan intelektual, ini dikelola, dan inovasinya berjalan. Sehingga ini betul-betul bisa menjadi motor penggerak bukan hanya ekonomi tetapi juga memperkuat identitas budaya dan pertahanan budaya kita," katanya.

Baca juga: Indonesia makin kukuh di jalan batik

Baca juga: Kemendikbud ajak lestarikan batik sebagai branding bangsa

Baca juga: Komunitas batik rayakan satu dasawarsa batik warisan tak benda UNESCO

 

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024