Jakarta (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebutkan pihaknya berupaya untuk mempercepat sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bagi produk-produk radiofarmaka untuk memperluas penanganan kanker di Indonesia.

Kepala BPOM Taruna Ikrar mengutip data dari International Research for Cancer menyebutkan, di seluruh dunia ada sekitar 25 juta orang yang meninggal setiap tahun karena kanker, sedangkan di Indonesia ada sekitar 240 ribu.

"Dan pada tahun 2022 pertambahannya sekitar 420 ribu setiap tahun. Berarti mortality rate-nya hampir 70 persen," kata Taruna pada peresmian pabrik radioisotop oleh Kalbe Farma di Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan bahwa ada banyak alternatif untuk menyembuhkan kanker, seperti terapi hormon, kemoterapi, imunoterapi, operasi, namun semuanya belum memberikan hasil yang menggembirakan.

Taruna menyebutkan bahwa radioterapi memiliki karakteristik lebih spesifik terhadap penyakit kanker yang susah diobati, sehingga diharapkan hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk penanganan kanker. Oleh karena itu, katanya, sebagai institusi yang mengawasi tentang obat-obatan, pihaknya berkomitmen untuk mempercepat sertifikasi CPOB bagi produk-produk radiofarmaka.

Mengingat radiofarmaka menjadi sebuah kepentingan nasional, pihaknya juga akan bekerja lebih keras sehingga proses pengecekan standar keamanan, efikasi, serta kualitas dapat dijalankan dalam waktu lebih singkat.

"Dari obat-obat baru yang seharusnya 300 hari kerja, berdasarkan hitungan-hitungan yang kami bisa lakukan itu bisa hanya 120 hari. Jadi kita potong 60 persen waktunya. Bahkan berdasarkan ekspedit proses untuk kepentingan tertentu, kita potong lagi 30 hari," katanya.

Dia menyebut bahwa inisiatif Kalbe Farma dapat menjadi contoh yang dapat ditiru dalam produksi radioisotop atau radiofarmaka. Apabila ekosistem radiofarmaka berkembang lebih pesat, katanya, maka sebagian isu nasional terkait kanker dapat diselesaikan, bahkan juga dapat membantu di tingkat global.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur Kalbe Farma Irawati Setiady mengatakan bahwa pabrik radioisotop tersebut diperlukan guna menunjang layanan PET Scan dan CT Scan di rumah sakit guna diagnosis dan perawatan kanker.

"Saat ini, fasilitas produksi radiofarmaka dalam negeri sangat terbatas, sementara kebutuhannya semakin tinggi. Hal tersebut berdampak pada waktu tunggu yang lama bagi pasien dalam memperoleh layanan diagnosis PET Scan, dan berimbas pada sebagian pasien memilih untuk pergi ke luar negeri hanya untuk menjalani layanan tersebut," katanya.

Ira menyoroti bahwa pembangunan fasilitas tersebut merupakan upaya mereka mendukung inisiatif transformasi kesehatan oleh pemerintah.

Baca juga: Bio Farma siapkan produksi radiofarmaka untuk deteksi dini kanker
Baca juga: Menkes: Produksi PET Scan domestik dapat tekan perjalanan medis ke LN

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024