Singapura (ANTARA News) - Harga minyak naik dalam perdagangan di Asia pada Kamis, di tengah peningkatan kekerasan di Irak setelah militan menyerang kilang terbesar dan merebut lebih banyak wilayah di negara produsen minyak mentah utama itu.
Patokan minyak mentah Amerika Serikat West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli naik 58 sen menjadi 106,55 dolar AS sementara minyak mentah Brent untuk penyerahan Agustus naik 37 sen menjadi 114,63 dolar AS di perdagangan sore.
WTI telah melonjak lebih dari 2,0 dolar AS per barel dan Brent lebih dari 4,0 dolar AS sejak eskalasi serangan gerilyawan pekan lalu.
"Eskalasi krisis di Irak menyebabkan lonjakan tajam harga minyak mentah," kata Sanjeev Gupta, kepala praktisi minyak dan gas Asia-Pasifik pada perusahaan jasa profesional Ernst & Young.
"Bersamaan dengan kapasitas cadangan minyak yang terbatas karena berkurangnya pasokan dari Libya, setiap eskalasi lebih lanjut dari krisis di wilayah tersebut dapat menyebabkan lonjakan tajam harga patokan," katanya.
Pejuang Sunni yang dipimpin oleh Islamic State of Irak and Levant (ISIL) pada Rabu meluncurkan serangan ke kilang minyak Baiji - yang terbesar di Irak- mengejutkan pasar minyak internasional.
Para pejabat mengatakan pasukan keamanan mempertahankan pengawasan kilang, tapi bentrokan terus berlangsung. Washington mengatakan, pihaknya belum melihat adanya gangguan besar dalam persediaan minyak Irak sebagai akibat dari serangan tersebut.
Sebagian besar infrastruktur minyak Irak berada di ujung selatan negara itu, yang sejauh ini belum terpengaruh pemberontakan yang sudah berjalan sembilan hari.
Kekhawatiran tentang Irak, produsen terbesar kedua anggota Organisasi Negara negara Pengekspor Min yak(OPEC), mengimbangi laporan persediaan minyak AS yang bervariasi, kata para analis seperti dikutip kantor berita AFP.
Laporan persediaan mingguan Energy Information Administration Amerika Serikat menunjukkan stok minyak mentah komersial di konsumen minyak terbesar dunia itu turun 600.000 barel dalam pekan sampai 13 Juni.
Ini lebih kecil dari penurunan 1,1 juta barel rata-rata yang diproyeksikan oleh analis yang disurvei oleh The Wall Street Journal. Laporan ini juga menunjukkan peningkatan yang lebih besar dari perkiraan dalam pasokan bensin AS. (Uu.S004)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014