Ini harus dipahami bahwa dampak negatif film dan tontonan jika tidak sesuai klasifikasi usianya berbahaya
Jambi (ANTARA) - Lembaga Sensor Film (LDF) RI melibatkan para guru di Kota Jambi untuk menggerakkan budaya sensor mandiri pada film dan tayangan sehingga anak-anak setempat menonton sesuai klasifikasi usia.
Ketua Komisi Tiga LSF RI Kuat Prihatin di Kota Jambi, Provinsi Jambi, Selasa, mengatakan LSF mensosialisasi budaya sensor mandiri dengan memberikan edukasi agar memilih masyarakat tontonan sesuai klasifikasi usia.
LSF melibatkan guru-guru mulai dari jenjang PAUD, SD, SMP, SMA. Selain guru, LSF juga memberikan pemahaman kepada perwakilan perguruan tinggi di Jambi mengenai sensor mandiri.
"Pemilihan Jambi tentunya bukan asal saja. Tentunya banyak pertimbangan Jambi sebagai lokasi sosialisasi. Data pendidikan, ada sekitar 456 sekolah di Kota Jambi dengan peserta didik 131 ribu lebih, ini yang menjadi sasaran kami," katanya.
Dia menilai keterlibatan guru atau tenaga pendidik dalam gerakan budaya sensor mandiri menjadi penting. Guru menjadi perpanjangan tangan LSF untuk mensosialisasikan budaya sensor mandiri sehingga anak-anak sebagai target akhir menjadi cerdas memilih tontonan dan mencerna informasi.
Baca juga: LSF sebut penonton Film Indonesia capai 60 juta jiwa
Baca juga: LSF desak DPR segera revisi UU Perfilman
Pemilihan jalur sekolah, kata dia, agar para tenaga pengajar dapat memberikan pemahaman budaya sensor mandiri kepada siswa.
"Ini harus dipahami bahwa dampak negatif film dan tontonan jika tidak sesuai klasifikasi usianya berbahaya, ada kekerasan, pornografi. Meski begitu banyak hal positif tentang kasih sayang, kebersamaan dan mendorong perekonomian," katanya.
Kuat mengatakan saat ini LSF sedang berkoordinasi dengan Kemendikbudristek untuk memasukkan materi sensor mandiri ke dalam pelajaran dan kurikulum.
"Tentunya bisa menjadi salah satu konten dalam suatu mata pelajaran agar tidak memberatkan siswa," katanya.
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah 5 Agus Widiatmoko mengatakan sosialisasi LSF karena keprihatinan terutama terhadap anak yang tidak menikmati tontonan sesuai usia.
"Pemahaman ini penting bagaimana guru mensosialisasikan anak bijak melihat film tidak saja hiburan sebagai sumber pengetahuan sehingga anak-anak tumbuh berkembang dengan baik," kata Agus.
Dia berharap guru menjadi perpanjangan edukasi ke masyarakat lebih lanjut.
Baca juga: LSF sosialisasi gerakkan nasional budaya sensor mandiri di PBD
Baca juga: LSF bangkitkan film lokal berbahasa daerah
Pewarta: Tuyani
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024