Jakarta (ANTARA) - Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengungkapkan penguatan pengawasan laut di tingkat daerah penting dilakukan dalam rangka mencegah pencurian pasir laut oleh kapal-kapal berbendera asing.

"Benar, penguatan pengawasan laut di daerah," ujar Nailul Huda dalam diskusi daring di Jakarta, Senin.

Menurut dia, salah satu elemen yang perlu diperkuat di tingkat daerah adalah elemen polisi perairan dan udara (Polairud), dengan Polairud melakukan patroli dan pendekatan hukum di laut.

Selain itu, faktor lainnya yang perlu diperkuat adalah komunikasi antarpara pemangku kepentingan, khususnya dinas pengairan kabupaten/kota dan dinas kelautan perikanan provinsi.

Dalam paparannya, Nailul Huda menyampaikan bahwa kasus pencurian pasir laut yang dilakukan oleh kapal berbendera asing mendatangkan efek negatif kepada ekonomi nasional maupun pesisir.

Hal ini dikarenakan negara tidak memperoleh pendapatan plus perusahaan tidak memperoleh hasil ekspor.

"Dampak dari pencurian pasir laut merugikan output ekonomi," kata Nailul Huda.

Pencurian pasir laut berpotensi menyebabkan PDB nasional turun Rp925,2 miliar, kemudian potensi penerimaan bersih negara hilang sebesar Rp83 miliar, dan potensi ekspor yang hilang sebesar Rp250 miliar. Selain itu dampak pencurian pasir laut juga berpotensi menyebabkan jumlah nelayan berkurang sebanyak 15.566 nelayan.

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (PKRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Victor Gustaaf Manoppo mengatakan bahwa aktivitas pengerukan dan hasil kerukan (dumpling) pasir laut yang dilakukan dua kapal berbendera asing di perairan Kepulauan Riau tanpa dilengkapi dokumen, telah merugikan negara lebih dari Rp223 miliar.

KKP melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) menghentikan dan memeriksa dua kapal berbendera Malaysia yang kedapatan sedang melakukan aktivitas pengerukan dan hasil kerukan pasir laut di perairan Kepri pada 9 Oktober, ketika berpapasan dengan kapal Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono hendak kunjungan kerja ke Pulau Nipa.

Atas perintah Menteri KKP, penyidik PSDKP langsung melakukan penghentian dan pemeriksaan terhadap dua kapal yang dinakhodai oleh dua warga negara Indonesia (WNI), dengan anak buah kapal (ABK) dari China sebanyak 13 orang, dan Malaysia 1 orang.

Kapal MV YC 6 berukuran 8.012 gross tonnage (GT) dan MV ZS 9 berukuran 8.559 GT merupakan kapal jenis keruk yang berfungsi untuk mengambil pasir yang ada di dalam laut, atau disebut kapal dredgers jenis TSHD.

Kedua kapal tersebut setelah ketahuan terindikasi melakukan pengerukan di wilayah perairan Indonesia, tetapi tidak dilengkapi dokumen resmi. Hanya ada dokumen pribadi nakhoda kapal.

Menurut Victor, kapal tersebut terindikasi sudah beberapa kali masuk ke wilayah Indonesia, tapi berapa kali melakukan pengerukan pasir laut masih didalami, termasuk banyaknya jumlah pasir yang sudah dikeruk yang dibawa ke Singapura.
Baca juga: KKP perkuat pengawasan pulau terluar untuk cegah pencurian SDA

Pewarta: Aji Cakti
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024