Jadi kalau kita tidak mampu mengatasi lifting, maka jangan pernah bermimpi kita ini akan maju kepada kedaulatan energi.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa peningkatan lifting minyak merupakan langkah penting untuk mencapai kedaulatan energi nasional.

Bahlil dalam kegiatan Repnas National Conference & Awarding Night, di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa hal itu sangat krusial karena akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor energi.

"Jadi kalau kita tidak mampu mengatasi lifting, maka jangan pernah bermimpi kita ini akan maju kepada kedaulatan energi," kata Bahlil.

Ia mengungkapkan bahwa tanpa kemampuan untuk mengatasi masalah lifting minyak, Indonesia tidak akan bisa maju ke arah kedaulatan energi. Apalagi kedaulatan energi menjadi program Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Menteri ESDM juga menjelaskan bahwa ada langkah-langkah konkret yang harus dilakukan untuk meningkatkan lifting minyak. Pertama, perlu mengoptimalkan sumur-sumur minyak yang ada, baik yang aktif maupun yang menganggur (idle), untuk meningkatkan produksi.

Dia mengingatkan bahwa jika tidak ada tindakan nyata, lifting minyak diperkirakan akan turun sekitar 7-15 persen per tahun. Oleh karena itu, ia telah membuat keputusan untuk meningkatkan lifting minyak dari 600 ribu barel per hari.

Dari angka tersebut, Pertamina diharapkan dapat menyuplai sekitar 400 ribu barel, yang merupakan 65 persen dari total lifting, sedangkan 25 persen sisanya berasal dari ExxonMobil Cepu.

Bahlil mengajak ExxonMobil untuk meningkatkan target lifting dari 100 ribu menjadi 150 ribu barel per hari dengan bantuan intervensi teknologi.

"Maka saya tanya kepada Exxon, apa yang membuat kamu punya target 100 ribu menjadi 150 ribu barel per day, jadi dia bisa melakukan lompatan. Ternyata dia ada intervensi teknologi, salah satu teknologi yang dipakai itu adalah EOR," ujar Bahlil pula.

Teknologi yang dimaksud adalah Enhance Oil Recovery (EOR), yang saat ini sedang dikembangkan oleh Pertamina, terutama di wilayah Rokan, Sumatera.

Bahlil menekankan pentingnya langkah ini untuk mencapai target lifting yang diinginkan.

Selain itu, Bahlil mencatat bahwa terdapat sekitar 44.900 sumur minyak di Indonesia, dengan 16.600 di antaranya dalam kondisi idle. Dari jumlah tersebut, sekitar 5.000 sumur dapat dioptimalkan untuk meningkatkan produksi minyak nasional.

Ia juga mengingatkan bahwa pada tahun 1996 dan 1997, Indonesia mampu memproduksi 1.000.600 barel minyak per hari, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara karena mampu mengekspor hingga 1 juta barel. Namun, pasca-reformasi, produksi minyak terus mengalami penurunan.

Saat ini, produksi minyak nasional tinggal 600.000 barel per hari, sementara konsumsi mencapai 1.000.600 barel per hari. Hal ini menyebabkan Indonesia harus mengimpor sekitar 900 ribu hingga 1 juta barel minyak per hari.

Bahlil menekankan bahwa perubahan yang terjadi dari ekspor menjadi impor dengan jumlah yang sama merupakan masalah serius yang harus diatasi.

Oleh karena itu, langkah-langkah konkret dalam meningkatkan lifting minyak sangat penting untuk mencapai kedaulatan energi Indonesia.

"Jadi apa yang terjadi di tahun 96 dan 97, kita ekspor, sekarang berbalik kita impor dengan jumlah yang sama. Ini kira-kira masalah negara kita," kata Bahlil.
Baca juga: Jokowi: "Lifting" minyak seliter pun tidak boleh turun
Baca juga: Menteri ESDM: Terobosan lifting minyak untuk dukung kedaulatan energi


Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024