Hong Kong (ANTARA) - Penari-penari yang juga terlatih dalam seni bela diri Tai Chi mengekspresikan gerakan mereka sebagai perwujudan fisik dari goresan kuas seniman kaligrafi paling terkenal China, Wang Xizhi, dalam sebuah pembukaan puisi tarian baru berjudul "Setelah Hujan Salju" (After Snowfall) pada Senin (14/10) di Xiqu Center di Distrik Budaya Kowloon Barat, Hong Kong, China selatan.

Pertunjukan yang dibawakan oleh Hong Kong Dance Company itu terinspirasi oleh surat yang terdiri dari 28 karakter dengan judul sama yang ditulis Wang untuk mendoakan temannya saat pertama kali melihat sinar matahari usai hujan salju yang lebat.

Surat tersebut dianggap sebagai mahakarya kaligrafi kursif China selain Lantingji Xu, atau "Pengantar untuk Puisi yang Digubah di Paviliun Anggrek" (The Preface to the Poems Composed at the Orchid Pavilion).

"Surat itu ditulis pada masa perang, tetapi menunjukkan bahwa Wang masih peduli pada teman-temannya dan berhasil menemukan kebahagiaan dalam hidup," ungkap Yang Yuntao, sutradara sekaligus koreograf pertunjukan tersebut.
 
   Berbagai generasi seniman kaligrafi meniru tulisan tangan Wang dengan goresan kuas mereka sendiri, sementara Yang dan para penari dalam pertunjukan ini menginterpretasikannya dengan energi dan sentimen yang mengalir melalui tubuh mereka, sebuah pendekatan yang mengakar pada estetika oriental dan melekat pada tradisi budaya lain, termasuk Tai Chi.   Sejak 2018, Hong Kong Dance Company menggarap sebuah proyek untuk mengeksplorasi keterkaitan antara tarian China dan seni bela diri China.


Untuk mempersiapkan pertunjukan tersebut, Yang mengundang seorang master Tai Chi guna melatih para penari selama setengah tahun.

Penari utama dari Hong Kong Dance Company, Ong Tze Shen, pada awalnya merasa gerakannya "tidak memiliki kekuatan meskipun posturnya sudah benar," tetapi kemudian dia mendapatkan ketenangan setelah mengasah konsentrasinya melalui latihan.

"Kata sang master, kuncinya adalah lebih mengandalkan kekuatan kehendak saya, bukannya kekuatan fisik, untuk mencapai kondisi seperti bunga teratai yang mengambang di atas air," ujar Ong, yang berlatih selama sembilan jam setiap harinya untuk nomor tarian solo dalam pertunjukan tersebut.

Sebagai pendekatan oriental dalam menginterpretasikan kaligrafi oriental, Tai Chi terwakili secara tersirat dalam pertunjukan tersebut.

Mata yang terlatih akan melihat pohon yang mengakar kuat, kucing yang lincah, dan ikan yang berenang meliuk-liuk di dalam air, alih-alih gerakan Tai Chi yang baku.

"Inti dari latihan bela diri adalah membuat para penari kembali fokus pada tubuh mereka sendiri dan untuk sementara waktu mengesampingkan pikiran bahwa mereka sedang tampil dalam pertunjukan, sehingga karya mereka bisa memberikan dampak lebih besar," ujar Yang, yang berharap dapat mengembangkan rutinitas latihan bagi para penari China dari latihan-latihan tersebut.
 
   Sejak 2018, Hong Kong Dance Company menggarap sebuah proyek untuk mengeksplorasi keterkaitan antara tarian China dan seni bela diri China


Di sisi lain, desain skenik oleh seniman media baru Chris Cheung menggelitik saraf-saraf optik para penonton.

Dia memproyeksikan goresan kuas yang ditangkap melalui gerakan ke atas latar belakang hitam semi-transparan yang tumpang tindih dengan gelombang otak para penari yang berdenyut.

Para pencinta kaligrafi, yang penasaran tentang bagaimana tarian kuas tinta bisa bertransformasi menjadi tarian bentuk-bentuk manusia, merasa kagum.

"Rasanya seolah salju sungguh turun di atas panggung, dan pancaran sinar matahari pertama menghadirkan sensasi cerah yang luar biasa," tutur salah satu penonton.

Pertunjukan ini merupakan bagian dari upaya gigih Hong Kong Dance Company untuk memajukan dan meremajakan budaya tradisional China, ungkap Yang, seraya menambahkan bahwa perusahaan tari tersebut akan melakukan tur ke luar negeri.


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2024