"Semua karya cipta prinsipnya dilindungi Undang-Undang, tanpa ISBN juga jika sudah menjadi karya cipta yang utuh itu harus dilindungi Undang-Undang," kata Arys saat dihubungi ANTARA via telepon, Senin.
"Tidak ada syarat penerbitnya harus anggota IKAPI, bukunya harus pakai ISBN, semua yang berbentuk karya cipta dan di dalamnya terkandung apa yang disebut sebagai hak cipta, maka semuanya dilindungi oleh Undang-Undang," sambungnya.
Hak Cipta merupakan salah satu bagian dari kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek dilindungi paling luas karena mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra (art and literary), dan program komputer.
Oleh karena itu, berkembangnya ekonomi kreatif di Indonesia mengharuskan adanya pembaruan Undang-Undang Hak Cipta, mengingat Hak Cipta menjadi basis terpenting dari ekonomi kreatif nasional, seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Dalam setiap karya kreatif, termasuk buku, terdapat dua hak dari penciptanya yang harus terpenuhi. Ada hak moral terkait pencantuman nama penulis atau pencipta suatu karya jika karya mereka ingin dikutip, serta hak ekonomi yang berkaitan dengan ekonomi di dalamnya.
Baca juga: Ketua IKAPI: Suasana permisif terhadap buku bajakan jadi tantangan
Baca juga: Pembayaran royalti penulis penting lindungi hak kekayaan intelektual
"Menurut Undang-Undang 2014 tentang Hak Cipta, kedua hak tersebut dilindungi begitu karyanya lahir sesuai dengan prinsip deklaratif, tidak usah dicatatkan atau didaftarkan sekalipun, itu sudah dilindungi dan tidak boleh dijiplak atau hak ekonominya dilanggar," kata Arys.
"Pelanggaran hak ekonomi misalnya ketika buku terbit, lalu dibajak dan dijual, tentu buku bajakan tidak mengeluarkan royalti terhadap penulis dan ada hak penerbit yang tidak didapatkan," sambungnya.
Oleh karena itu, Arys dan pihak IKAPI mengimbau agar masyarakat selalu memilih karya orisinal, termasuk memilih buku orisinal, alih-alih buku bajakan. Dia pun memberikan sejumlah kiat untuk memilih buku orisinal saat membelinya di toko daring atau platform loka pasar (marketplace).
Baca juga: Ketua IKAPI: Suasana permisif terhadap buku bajakan jadi tantangan
Baca juga: Pembayaran royalti penulis penting lindungi hak kekayaan intelektual
"Menurut Undang-Undang 2014 tentang Hak Cipta, kedua hak tersebut dilindungi begitu karyanya lahir sesuai dengan prinsip deklaratif, tidak usah dicatatkan atau didaftarkan sekalipun, itu sudah dilindungi dan tidak boleh dijiplak atau hak ekonominya dilanggar," kata Arys.
"Pelanggaran hak ekonomi misalnya ketika buku terbit, lalu dibajak dan dijual, tentu buku bajakan tidak mengeluarkan royalti terhadap penulis dan ada hak penerbit yang tidak didapatkan," sambungnya.
Oleh karena itu, Arys dan pihak IKAPI mengimbau agar masyarakat selalu memilih karya orisinal, termasuk memilih buku orisinal, alih-alih buku bajakan. Dia pun memberikan sejumlah kiat untuk memilih buku orisinal saat membelinya di toko daring atau platform loka pasar (marketplace).
1. Melihat rating dan ulasan toko di loka pasar
Jika rating toko terbilang rendah dan banyak konsumen yang memberikan ulasan buruk, sebaiknya hindari untuk melakukan pembelian buku. Pilihlah toko daring yang sudah memiliki rating dan ulasan bagus, atau pergi ke toko buku luring terpercaya jika memungkinkan.
2. Harga buku yang jauh lebih murah dibandingkan harga aslinya
Arys menyebut buku bajakan biasanya memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan harga buku asli pada umumnya. Misalnya, buku tersebut dijual dengan harga Rp100 ribu, tetapi oknum pembajak buku hanya menjualnya sekitar Rp25 ribu.
3. Kualitas buku yang kurang bagus
Harga buku bajakan yang lebih murah tentu berdampak dengan kualitas buku yang ditawarkan. Mulai dari kertas yang buram dan tipis, tinta yang lebih cepat pudar, hingga bagian perekat atau halaman yang tidak rapi.
"Tentunya, kami berusaha melakukan kampanye seperti cara memilih buku yang orisinal di loka pasar, itu sudah kami sampaikan supaya masyarakat tahu, 'ini lho tipe buku bajakan', atau 'ini ciri-ciri orang yang menjual buku bajakan'," kata Arys.
Ia berharap adanya keberpihakan pemerintah untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi pengakuan hak cipta itu, pemerintah jangan abai bahwa sekarang terjadi penjualan buku bajakan yang masif, terutama di loka pasar.
2. Harga buku yang jauh lebih murah dibandingkan harga aslinya
Arys menyebut buku bajakan biasanya memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan harga buku asli pada umumnya. Misalnya, buku tersebut dijual dengan harga Rp100 ribu, tetapi oknum pembajak buku hanya menjualnya sekitar Rp25 ribu.
3. Kualitas buku yang kurang bagus
Harga buku bajakan yang lebih murah tentu berdampak dengan kualitas buku yang ditawarkan. Mulai dari kertas yang buram dan tipis, tinta yang lebih cepat pudar, hingga bagian perekat atau halaman yang tidak rapi.
"Tentunya, kami berusaha melakukan kampanye seperti cara memilih buku yang orisinal di loka pasar, itu sudah kami sampaikan supaya masyarakat tahu, 'ini lho tipe buku bajakan', atau 'ini ciri-ciri orang yang menjual buku bajakan'," kata Arys.
Ia berharap adanya keberpihakan pemerintah untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi pengakuan hak cipta itu, pemerintah jangan abai bahwa sekarang terjadi penjualan buku bajakan yang masif, terutama di loka pasar.
Baca juga: Penerbit minta pemerintah tegas atasi pembajakan buku
Baca juga: Ikapi minta pemerintah atasi pembajakan buku
Baca juga: Dewi Lestari nilai buku fiksi rentan kena pembajakan
Pewarta: Vinny Shoffa Salma
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024