Kita juga memperkirakan akan semakin besarnya minat terhadap pencatatan saham lintas negara seiring dengan upaya perusahaan untuk mencapai ekuitas merek di pasar lain yang mereka jelajahi
Jakarta (ANTARA) - Ernst & Young Global Limited (EY) Indonesia Strategy and Transactions Partner Reuben Tirtawidjaja menyampaikan bahwa aksi Initial Public Offering (IPO) sektor energi baru terbarukan (EBT) layak dicermati seiring dengan momentum dorongan Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) tahun 2060.

Tercatat, telah terjadi beberapa kali IPO sektor EBT dalam lima tahun terakhir di Indonesia, ​​diantaranya PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), PT Arkora Hydro Tbk (ARKO), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO), serta PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).

Meskipun jumlah IPO energi terbarukan tidak terlalu mengesankan, Reuben di Jakarta, Senin, menyebut bahwa harga saham perusahaan-perusahaan ini telah meningkat setidaknya 30 persen pada 30 September 2024 dibandingkan sejak penawaran perdana mereka, yang menunjukkan tingginya minat investor.

"Mengingat komitmen Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 dan antisipasi kebijakan yang menguntungkan dari pemerintahan baru terhadap industri energi terbarukan, diharapkan lebih banyak perusahaan energi terbarukan akan melakukan IPO di tahun-tahun mendatang," ujar Reuben.

Seiring adanya pelonggaran suku bunga acuan dan perusahaan bersiap untuk pertumbuhan di kawasan Asia, EY Asean IPO Leader Chan Yew Kiang memperkirakan aktivitas IPO akan meningkat pada kuartal berikutnya dan tahun depan.

Menurutnya, fundamental dan tuntutan yang kuat, serta semakin banyaknya regulator menjajaki kebijakan untuk mendukung perusahaan-perusahaan yang sedang berkembang dalam memanfaatkan pasar modal untuk pertumbuhan, juga menjadi pertanda baik bagi pasar.

"Kita juga memperkirakan akan semakin besarnya minat terhadap pencatatan saham lintas negara seiring dengan upaya perusahaan untuk mencapai ekuitas merek di pasar lain yang mereka jelajahi," ujar Chan.

Ia memperkirakan pasar IPO pada sisa tahun 2024 akan dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral, perkembangan geopolitik, serta hasil Pemilihan Umum Amerika Serikat (AS).

"Optimisme dipicu oleh penurunan suku bunga dan penurunan inflasi, yang kemungkinan akan mendorong pencatatan saham baru dan kebangkitan sektor-sektor yang sensitif terhadap biaya pinjaman," ujar Chan.

Ia melanjutkan, kinerja yang kuat di pasar-pasar utama seperti AS, Eropa dan India diperkirakan akan mendukung aktivitas IPO.

"Pencatatan saham lintas batas negara harus terus berkembang, dan debut publik yang signifikan, terutama yang didukung oleh perusahaan PE dan dari spin-off dan pemisahan, sudah diantisipasi karena mereka mencari titik masuk publik yang menguntungkan," ujar Chan.

Sementara itu, EY Global IPO Leader George Chan mengatakan investor bersiap menghadapi paruh kedua tahun 2024 yang akan lebih bergejolak.

Ia menjelaskan, pada saat inflasi dan suku bunga acuan menurun, faktor-faktor baru lainnya akan menjadi prioritas dalam mempengaruhi keputusan IPO.

"Dalam lingkungan dengan ketidakpastian yang meningkat ini, masuknya pasar pada waktu yang tepat dan narasi ekuitas yang menarik sangatlah penting untuk bisnis yang ingin memanfaatkan peluang IPO," ujar George.

Pasar IPO global pada kuartal III- 2024 menunjukkan tanda-tanda optimisme yang hati-hati, meskipun terjadi penurunan volume sebesar 14 year on year (yoy) menjadi 310 IPO dan pendapatan sebesar 35 persen menjadi 24,9 miliar dolar AS, pada Kuartal III-2024 sedikit melampaui dua kuartal pertama tahun 2024 dalam peluncuran IPO.

Terlepas dari tantangan-tantangan ini, AS dan Europe, the Middle East, Africa, and India (EMEIA) menunjukkan ketangguhan dalam tiga kuartal pertama tahun 2024, dengan hasil IPO EMEIA naik sebesar 45 persen (yoy) dibandingkan periode sama tahun lalu, sehingga membantu memitigasi penurunan pasar global secara keseluruhan.

Sementara itu, pasar IPO Indonesia melambat pada tiga kuartal pertama tahun 2024, yang tercatat 34 IPO yang berhasil mengumpulkan total dana 300 juta dolar AS, atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencatat 66 IPO menghasilkan total 3,3 miliar dolar AS.

Selain itu, perolehan dana IPO Indonesia pada kuartal III- 2024 juga lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang senilai 1,4 miliar dolar AS dan Thailand senilai 0,6 miliar dolar AS.

Baca juga: Pertamina Geothermal realisasikan dana IPO Rp3,61 triliun per Juni
Baca juga: Wamen BUMN sebut IPO Inalum tunggu kepastian Smelter Kuala Tanjung
Baca juga: OJK akan sempurnakan regulasi penggunaan dana IPO

Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024