Meskipun protokol sudah diterapkan, ada kekhawatiran bahwa pemilu ini dapat menjadi klaster penularan COVID-19. Namun, setelah evaluasi, tidak ditemukan peningkatan signifikan dalam kasus COVID-19 yang diakibatkan langsung oleh proses pemungutan suara.

Dalam kondisi pandemi, sosialisasi kepada masyarakat menjadi lebih sulit karena adanya pembatasan sosial. KPU harus mengadopsi pendekatan digital, menggunakan media sosial, iklan digital, dan penyuluhan daring untuk menggantikan sosialisasi tatap muka. Meskipun demikian, upaya ini tidak sepenuhnya menjangkau semua lapisan masyarakat, terutama di daerah dengan akses internet terbatas.

Meski dilaksanakan di tengah pandemi, tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 tetap cukup tinggi, mencapai 76,09 persen, hanya sedikit di bawah target KPU yaitu 77,5 persen. Ini menunjukkan bahwa masyarakat tetap bersemangat menggunakan hak pilihnya, meskipun ada risiko kesehatan.

Karena pandemi, KPU harus berinovasi untuk mengurangi kontak fisik selama proses pemilihan. Selain protokol kesehatan yang ketat, beberapa inovasi lain juga diimplementasikan, seperti peningkatan penggunaan teknologi untuk penghitungan suara dan penyebarluasan informasi melalui platform digital.

Kesehatan dan keselamatan petugas pemilu menjadi perhatian serius selama Pilkada 2020. KPU memastikan semua petugas TPS dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD), seperti masker, sarung tangan, dan face shield. Meski begitu, beberapa petugas masih saja terinfeksi COVID-19, meski angka infeksinya tidak setinggi yang dikhawatirkan.

Bawaslu tetap menjalankan fungsinya sebagai pengawas, terutama dalam memastikan protokol kesehatan dijalankan selama kampanye dan pemungutan suara. Namun, terdapat sejumlah pelanggaran protokol kesehatan, terutama saat kampanye, di mana beberapa kandidat melanggar ketentuan dengan mengadakan pertemuan yang melibatkan banyak orang.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024