Menghormati HAM dan penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu

Meski pahit, Mahfud mengakui bahwa membawa kasus pelanggaran HAM berat ke pengadilan selalu berujung pada kegagalan. Ia merujuk pada empat kasus pelanggaran HAM berat yang telah menempuh jalur yudisial itu, yaitu kekerasan pascajajak pendapat di Timor-Timor, kasus Abepura, kasus Tanjung Priok, dan kasus Paniai di Papua.

Sebanyak 34 orang yang menjadi terdakwa pelanggaran HAM berat pada keempat kasus tersebut divonis bebas oleh majelis hakim sampai tingkat Mahkamah Agung.

Kegagalan tersebut merupakan imbas dari kurangnya bukti-bukti yang bisa dibawa ke meja hijau. Apabila mengacu pada hukum acara yang berlaku di Indonesia, harus jelas siapa yang memberi perintah, pada tanggal berapa perintah tersebut diberikan, korbannya siapa, lukanya di sebelah mana, memakai senjata apa, dikuburkan di mana, siapa saksinya, dan bukti-bukti pendukung lainnya.

Adapun kasus pelanggaran HAM berat masa lalu acapkali tak memiliki bukti maupun saksi yang kuat.

Terbenturnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dengan hukum acara merupakan penyebab dari sulitnya penyelesaian secara yudisial. Oleh karena itu, dalam pandangan Mahfud, untuk melancarkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat secara yudisial dibutuhkan hukum acara yang baru.

Sementara untuk saat ini, penyelesaian yang paling realistis adalah melalui mekanisme non-yudisial. Realisasi dari solusi tersebut adalah Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.

Buah dari Keppres tersebut adalah terbentuknya tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM yang berat masa lalu atau Tim PPHAM. Tim ini memiliki tiga mandat yang sejalan dengan fungsi sebuah komisi kebenaran, yakni pengungkapan kebenaran, rekomendasi reparasi, dan mengupayakan ketidakberulangan. Kala itu, Mahfud MD ditunjuk sebagai Ketua Pengarah Tim PPHAM.

Lahirnya Keppres tersebut dilandasi oleh urgensi pemenuhan hak korban dan keluarga korban. Salah satu peristiwa yang telah ditindaklanjuti oleh Tim PPHAM adalah Tragedi Rumoh Geudong di Pidie, Aceh.

Pengakuan Pemerintah Indonesia tersebut menuai apresiasi dari Dewan HAM PBB (United Nations Human Rights Council/UNHRC), yang disampaikan oleh Juru bicara Dewan HAM PBB Liz Throssell pada Januari 2023.

Meskipun sebagian besar capaian tersebut diwujudkan melalui Tim PPHAM, Pemerintah tak lantas melupakan rencana untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.


Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

Tepat pada 2 dasawarsa yang lalu, yakni September 2004, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi telah disahkan DPR. Walakin, UU KKR hanyalah seumur jagung, sebab pada 2006 undang-undang tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 1 angka 9, Pasal 27, dan Pasal 44 dari undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Ketiga pasal tersebut dianggap menutup kemungkinan korban untuk mendapatkan keadilan melalui lembaga peradilan dan tidak memberi kepastian hukum.


 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024