Addis Ababa, Ethiopia (ANTARA) - Perjanjian Kerangka Kerja Kerja Sama Lembah Sungai Nil (CFA) secara resmi mulai berlaku pada Minggu (13/10),  meskipun masih ada penolakan dari Mesir dan Sudan, kata Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed.

Perjanjian itu membentuk Komisi Lembah Sungai Nil (NRBC), sebuah badan institusional yang bertugas memajukan dan mengoordinasikan kerja sama di antara negara-negara di Lembah Nil terkait tata kelola sungai tersebut.

Hingga saat ini, Mesir dan Sudan masih menolak perjanjian tersebut.

CFA telah ditandatangani oleh negara-negara hulu, termasuk Ethiopia, Rwanda, Sudan Selatan, Uganda, Tanzania, dan Republik Demokratik Kongo.

PM Ahmed menyerukan kepada negara-negara yang belum menandatangani perjanjian ini untuk bergabung dalam upaya tersebut, dan merujuk pada perjanjian ini sebagai 'Keluarga Nil,' yang mendorong kerja sama regional untuk penggunaan sumber daya Sungai Nil secara adil.

CFA merupakan upaya multilateral pertama oleh negara-negara Lembah Sungai Nil untuk menciptakan kerangka hukum dan institusional dalam mengatur penggunaan dan pengelolaan sungai tersebut.

Sungai Nil telah menjadi sumber ketegangan, terutama antara Mesir dan Ethiopia, karena Ethiopia mulai membangun Bendungan Renaisans Besar Ethiopia (GERD) di Sungai Nil Biru, anak sungai utama dari Sungai Nil.

Ethiopia memandang bendungan itu sebagai kunci bagi pembangunan ekonominya, dan menegaskan bahwa proyek tersebut tidak mengancam pasokan air negara-negara hilir.

Mesir, di sisi lain, menganggap GERD sebagai ancaman eksistensial terhadap jatah airnya dari Sungai Nil. Mesir menuntut adanya perjanjian yang mengikat terkait pengisian dan pengoperasian bendungan tersebut.


Sumber: Anadolu

Baca juga: Mesir desak negara-negara Sungai Nil pertimbangkan kembali pakta air

Baca juga: Desa kuno ditemukan di delta Sungai Nil


 

Sengketa Bendungan di Sungai Nil kembali dibahas

 

Penerjemah: Primayanti
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2024