Jakarta (ANTARA) - Indonesia dan Tiongkok memiliki peluang besar untuk menjalin hubungan yang saling menguntungkan.

Posisi Tiongkok sebagai salah satu mitra dagang terbesar bagi Indonesia dengan nilai perdagangan mencapai 112,5 miliar dolar AS pada tahun 2023, menjadikannya penting bagi Indonesia dalam memperkuat kerja sama ekonomi.

Upaya penguatan ini dapat dilakukan melalui diversifikasi kerja sama ekonomi, memperluas kerja sama perdagangan di luar komoditas, serta meningkatkan investasi di sektor teknologi dan inovasi.

Diversifikasi kerja sama ekonomi penting untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekspor bahan mentah. Tiongkok yang memiliki pasar yang besar dapat menjadi mitra strategis dalam mempromosikan produk Indonesia, terutama di sektor pertanian dan industri.

Pada tahun 2023, nilai ekspor produk pertanian Indonesia ke negeri Tirai Bambu ini tercatat sebesar 5,2 miliar dolar AS, menunjukkan potensi yang masih bisa dimaksimalkan.

Terkait bidang riset dan pengembangan, Indonesia perlu mengembangkan kemitraan mengingat Tiongkok merupakan salah satu pemimpin dunia dalam teknologi dan inovasi. Dengan meningkatkan investasi dalam teknologi, Indonesia dapat menarik minat investor dari negara tersebut untuk berinvestasi dalam sektor digital dan inovatif.

Sebagai contoh, investasi Tiongkok di sektor teknologi di Indonesia mencapai 3,4 miliar dolar AS pada tahun 2022, dan diharapkan meningkat seiring dengan peluncuran berbagai inisiatif kerja sama.

Kedua negara juga memiliki komitmen yang sama terhadap keberlanjutan lingkungan. Potensi kolaborasi dalam pengembangan energi terbarukan masih sangat besar, setelah pada 2023 Tiongkok berinvestasi sekitar 5,1 miliar dolar AS dalam proyek energi terbarukan di Indonesia.

Peluang lain yang perlu digarap adalah sektor pariwisata. Pada tahun 2023, jumlah wisatawan Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia mencapai 2,4 juta orang, berkontribusi sekitar 4,5 miliar dolar AS terhadap pendapatan pariwisata Indonesia.

Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan promosi pariwisata dan memastikan bahwa infrastruktur pariwisata siap untuk memenuhi permintaan, misalnya, dengan meningkatkan aksesibilitas ke destinasi wisata populer, seperti Labuan Bajo, Bali dan Yogyakarta.

Untuk meningkatkan daya saing produk-produk yang diekspor, Indonesia perlu fokus pada peningkatan kualitas produk dan penerapan standar internasional. Dengan meningkatkan kualitas produk, Indonesia dapat memenuhi kebutuhan konsumen Tiongkok yang semakin mengutamakan kualitas.

Dalam laporan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Indonesia ke negara tersebut yang memenuhi standar kualitas internasional tercatat meningkat sekitar 15 persen pada tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya.

Hubungan ekonomi Indonesia dan Tiongkok selama ini berjalan dengan baik, namun tidak terlepas dari tantangan yang harus dihadapi,  salah satu tantangan utamanya adalah ketidakseimbangan perdagangan.

Meski nilai perdagangan antara kedua negara meningkat, Indonesia masih mencatatkan defisit perdagangan yang mencapai sekitar 18,3 miliar dolar AS pada tahun 2023. Angka ini menunjukkan perlunya Indonesia untuk meningkatkan daya saing produknya dan mendorong ekspor ke pasar Tiongkok dengan melakukan diversifikasi ekspor.

Di sisi lain, peluang untuk memperkuat hubungan ekonomi sangat besar. Tiongkok adalah pasar yang sangat besar dengan lebih dari 1,4 miliar penduduk dan pertumbuhan kelas menengah yang pesat. Kelas menengah yang terus tumbuh menjadi konsumen yang lebih beragam dan berpendidikan, menciptakan permintaan untuk produk-produk berkualitas tinggi, termasuk makanan, fesyen, dan teknologi. Indonesia dapat memanfaatkan peluang ini dengan mengembangkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi konsumen Tiongkok.

Selain itu, inisiatif Belt and Road (BRI) yang diusulkan oleh Tiongkok memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan infrastruktur dan konektivitas. Investasi dalam proyek-proyek infrastruktur di Indonesia dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya saing, dan menciptakan lapangan kerja baru. Proyek-proyek seperti pelabuhan dan jalan raya yang didanai oleh Tiongkok dapat membuka akses ke pasar internasional dan meningkatkan efisiensi logistik.


Ekonomi Tiongkok

Pemerintah Tiongkok telah berkomitmen untuk membuka diri secara luas dan berkolaborasi dengan negara lain untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang saling menguntungkan.

Ekonomi negara ini telah mengalami transformasi yang luar biasa sejak reformasi ekonomi yang dimulai pada akhir 1970-an. Dalam beberapa dekade terakhir, Tiongkok telah beralih dari sebuah negara agraris yang terbelakang menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia.

Dengan produk domestik bruto (PDB) yang mencapai sekitar 61,68 triliun yuan (sekitar 8,7 triliun dolar AS) pada tahun 2024, dan rata-rata pertumbuhan PDB sekitar 5,2 persen pada tahun 2023, keberhasilan Tiongkok tidak dapat disangkal. Namun, meskipun angka-angka ini menunjukkan pencapaian yang signifikan, negara tersebut kini dihadapkan pada sejumlah tantangan serius yang dapat mengancam pertumbuhan ekonominya.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah ketergantungan pada model pertumbuhan yang didorong oleh investasi dan ekspor. Selain itu, risiko deflasi juga menjadi ancaman nyata bagi perekonomian. Jika tidak ditangani dengan baik, risiko deflasi dapat menghambat pertumbuhan jangka panjang, yang menjadi tantangan tambahan bagi pemerintah Tiongkok dalam menjaga stabilitas ekonomi.

Pemerintah Tiongkok terus berupaya meningkatkan perdagangan luar negeri dan investasi, menurunkan tarif, serta memperluas zona perdagangan bebas. Selain itu, mereka juga mendorong investasi asing dengan mengurangi daftar negatif untuk akses investasi asing dan memberikan perlindungan lebih baik untuk investor asing.


Implikasi kebijakan

Oleh karena itu, Indonesia perlu merumuskan kebijakan yang menarik investasi dari Tiongkok, terutama di sektor-sektor strategis seperti teknologi, energi terbarukan, dan manufaktur. Penyederhanaan regulasi dan penawaran insentif pajak dapat menjadi langkah awal.

Mengingat fokus Tiongkok adalah mendukung ekonomi riil, Indonesia juga harus memperkuat dukungan terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) untuk meningkatkan daya saing dan inovasi.

Di tengah perkembangan digitalisasi yang cepat, Indonesia harus menjalin kerja sama di bidang ekonomi digital, termasuk e-commerce dan teknologi informasi, untuk memperluas akses pasar dan meningkatkan efisiensi.

Untuk itu kita perlu membangun kerangka hukum yang kuat untuk melindungi investor asing akan meningkatkan kepercayaan dan minat investasi Tiongkok di Indonesia.

Kebijakan ini juga harus mencakup pengaturan yang jelas untuk mendukung merger dan akuisisi. Di sisi lain, meningkatkan pertukaran budaya dan program pendidikan antara kedua negara akan memperkuat hubungan bilateral dan menciptakan pemahaman yang lebih baik di antara masyarakat.

Secara keseluruhan, hubungan ekonomi Indonesia dan Tiongkok memiliki potensi yang sangat besar. Meskipun terdapat tantangan yang harus dihadapi, dengan strategi yang tepat, kedua negara dapat menciptakan manfaat yang lebih besar bagi perekonomian masing-masing.

Melalui kerja sama yang erat, Indonesia dapat memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh pasar Tiongkok, sementara Tiongkok dapat memperkuat posisinya di kawasan Asia Tenggara. Dalam era globalisasi ini, penting bagi kedua negara untuk terus menjalin kerja sama yang saling menguntungkan dan berkelanjutan, demi mencapai tujuan bersama dalam pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.

Implementasi rekomendasi kebijakan yang telah diuraikan akan membantu kedua negara untuk tidak hanya meningkatkan hubungan ekonomi, tetapi juga menciptakan fondasi yang kuat bagi pertumbuhan berkelanjutan di masa depan.

Keterlibatan aktif dalam investasi, pengembangan infrastruktur, dan kolaborasi di sektor-sektor strategis akan memungkinkan Indonesia dan Tiongkok untuk meraih manfaat maksimal dari potensi yang ada.

 

*) Dr.Aswin Rivai,SE.,MM adalah pemerhati ekonomi dan Dosen FEB-UPN Veteran Jakarta

Copyright © ANTARA 2024