"Ya kami pasti melalukan patroli selama pelaksanaan kampanye sampai 23 November mendatang," kata Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) DKI Jakarta Burhanuddin saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Pihaknya juga melakukan patroli pengawasan, khususnya di hari tenang pada 24, 25, 26 November agar tiga hari itu memang tidak ada pelaksanaan kampanye di DKI Jakarta.
Burhanuddin menyebutkan, seluruh jajaran Bawaslu DKI dan kota, kabupaten hingga di tingkat kelurahan sudah mendapatkan instruksi untuk melakukan pengawasan ketat terkait kegiatan-kegiatan setiap pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.
Baca juga: Evaluasi debat pertama Pilkada DKI Jakarta lebih pada aspek teknis
Pengawasan juga dilakukan terhadap setiap tim kampanye paslon hingga relawan dan masyarakat DKI Jakarta untuk memastikan tidak adanya pelanggaran sampai waktu pelaksanaan kampanye selesai.
Selain itu, dengan keterbatasan personel Bawaslu, pihaknya juga meminta masyarakat Jakarta bisa berperan dalam mengawasi dan melaporkan setiap paslon jika ada dugaan pelanggaran.
Masyarakat bisa langsung melaporkan dugaan pelanggaran ke Kantor Bawaslu DKI Jakarta ataupun Bawaslu tingkat kota dan kabupaten atau melalui platform yang disediakan Bawaslu untuk pengaduan yang tersebar di media sosial.
Baca juga: KPU dan Bawaslu DKI ingatkan soal Pilkada damai tanpa ujaran kebencian
Bawaslu DKI Jakarta juga melakukan patroli untuk mencegah terjadinya politik uang selama masa kampanye dan masa tenang Pilkada Jakarta 2024.
Burhanuddin berharap pelaksanaan kampanye hingga masa tenang dan pencoblosan Pilkada Jakarta 2024 tetap berlangsung damai, tidak adanya ujaran kebencian dan setiap paslon tetap fokus memperkenalkan visi, misi dan programnya untuk Jakarta.
"Sehingga masyarakat bisa menentukan pilihan terbaiknya demi kemajuan Jakarta, tanpa ada perjanjian uang atau barang," katanya.
Baca juga: KPU Kepulauan Seribu ajak pemilih gunakan hak pilih di Pilkada Jakarta
Adapun bunyi Pasal 187 A UU Nomor 10 Tahun 2016 sebagai berikut:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024