Pemeriksaan itu mengkonfirmasi dan mengklarifikasi keterangan para saksi. Yang namanya tersangka itu punya hak ingkar jadi yang terpenting bagi kami itu bukti dan keterangan saksi. Hari ini, itu yang kami lakukan."
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi VII bidang Energi di DPR asal fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana tidak ditahan seusai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2013 di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.
"Begini, saya dipanggil untuk dimintai keterangan tentang APBN-P, sekitar itu saja," kata Sutan seusai diperiksa KPK sekitar sembilan jam di gedung KPK Jakarta.
Sutan pun mengaku tidak menerima uang Tunjangan Hari Raya (THR) seperti yang disebut oleh mantan mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini diterima oleh Komisi VII.
"Enggak ada, enggak ada, hanya mekanisme anggaran," tambah Sutan singkat.
Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan bahwa seorang tersangka ditahan KPK bila berkas perkaranya akan rampung.
"Seseorang tersangka baru dilakukan penahanan KPK kalau berkas perkaranya sudah rampung kisaran 50-60 persen, ini dilakukan karena kita harus menghitung masa penahanan," kata Abraham Samad.
Pemeriksaan Sutan hari ini dilakukan menurut Abraham untuk mendapatkan fakta yang valid.
"Kita masih mendalami, masih dalam pemeriksaan, belum bisa disimpulkan," ungkap Abraham.
Sedangkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan bahwa pemeriksaan ditujukan untuk mengonfirmasi dan klarifikasi.
"Pemeriksaan itu mengkonfirmasi dan mengklarifikasi keterangan para saksi. Yang namanya tersangka itu punya hak ingkar jadi yang terpenting bagi kami itu bukti dan keterangan saksi. Hari ini, itu yang kami lakukan," kata Bambang.
Sutan diduga melanggar melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, dengan ancaman pidana paling lama 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini yang telah divonis 7 tahun penjara.
Dalam sidang Rudi Rubiandini terungkap bahwa Rudi memberikan uang 200 ribu dolar AS melalui anggota Komisi VII Tri Julianto di toko buah di Jalan MT Haryono, uang itu menurut Rudi sebagai uang Tunjangan Hari Raya untuk anggota Komisi VII.
Padahal mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi mengaku memberikan tas berisi amplop-amplop uang total 140 ribu dolar AS yang ditujukan untuk pimpinan, anggota dan Sekretariat Komisi VII kepada staf khusus Sutan, Irianto. Irianto bahkan menandatangani tanda terima uang tersebut.
Namun baik Sutan maupun Tri Julianto membantah pengakuan Rudi tersebut. Sutan saat menjadi saksi pada 26 Februari 2014 mengakui bahwa pernah memiliki staf ahli bernama Irianto tapi dokumen yang dibawa Irianto dari Kementerian ESDM diberikan ke stafnya yang lain yaitu Iqbal, sayangnya Iqbal mengalami kecelakaan.
Sutan Bhatoegana juga disebut meminta salah satu perusahaan yaitu PT.Timas Suplindo dikawal untuk memenangkan dalam tender di SKK Migas dalam pengadaan konstruksi offshore di Chevron. Sutan tercatat pernah menjadi wakil direktur perusahaan tersebut pada 2003-2004.(D017)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014