Pihak berwenang mengatakan jam malam itu akan tetap diterapkan untuk malam kedua di tempat wisata sekitar Alutgama dan Beruwala karena pimpinan masyarakat menuduh polisi melakukan penahanan dalam kekerasan Minggu malam itu.
"Setidaknya 80 orang terluka dan di antara mereka ada anggota kepolisian juga," kata seorang sumber kepolisian di wilayah tersebut kepada AFP melalui telepon.
"Kondisinya sebagian besar sudah berada di dalam kendali, tapi jam malam diperpanjang untuk berjaga-jaga," katanya.
Muslim setempat menuduh polisi gagal melindungi mereka saat pengikut Pasukan Buddha garis keras--yang lebih dikenal sebagai BBS--mulai membakar tempat usaha setelah matahari terbenam pada Minggu malam.
Polisi menembakkan gas air mata dan memberlakukan jam malam namun tidak dapat mencegah puluhan toko dan rumah diserang di dua kota yang didominasi Muslim, sekitar 60 kilometer sebelah selatan ibukota Colombo.
Kedua wilayah itu merupakan lokasi wisata pantai populer yang biasanya dikunjungi oleh wisatawan mancanegara, namun tidak ada laporan warga asing atau hotel yang tertangkap dalam kekerasan tersebut.
Presiden Mahinda Rajapakse, yang tengah mengunjungi Bolivia, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia tidak mengizinkan "siapa pun main hakim sendiri" dan juga mendesak "menahan diri".
Masalah dimulai saat BBS menggelar unjuk rasa memprotes insiden jalanan yang melibatkan pendeta Buddha dan remaja Muslim di wilayah tersebut, Kamis.
Muslim diduga melempari batu dalam unjuk rasa tersebut, yang menyulut bentrokan.
Unjuk rasa terakhir terjadi berminggu-minggu setelah legislator Muslim meminta Rajapakse untuk melindungi warga mereka dari "elemen ekstremis Buddha", yang dituding melakukan serangan berlatar kebencian dalam beberapa waktu terakhir.
Warga Muslim menempati 10 persen dari 20 juta populasi Sri Lanka.
Kelompok nasionalis Buddha menuduh pemeluk agama minoritas memegang pengaruh politik dan ekonomi di pulau tersebut.
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014