Jakarta (ANTARA) - Dibandingkan dengan saat melawan Arab Saudi dan Australia, Indonesia tampil lebih klinis ketika nyaris mencatat kemenangan bersejarah kala melawan Bahrain yang memaksa laga berakhir 2-2, Kamis malam kemarin.

Pertandingan melawan Bahrain juga memperlihatkan Garuda bisa lebih mengimbangi lawan ketimbang saat melawan Saudi dan Australia.

Jika saat menghadapi Saudi dan Australia, Jay Idzes cs mengontrol 34 dan 36 persen distribusi bola, maka kala menantang Bahrain, mereka menaikkan statistik itu menjadi 43 persen.

Rupanya, semakin rendah peringkat yang dihadapinya, semakin besar peluang Garuda mengimbangi lawan. Dalam peringkat FIFA, Australia dan Saudi menduduki peringkat 25 dan 56, sedangkan Bahrain berperingkat 76.

Namun, walau lebih bisa mengendalikan bola kala melawan Bahrain itu, tim asuhan Shin Tae-yong malah membuat Bahrain menciptakan peluang lebih banyak ketimbang yang dilakukan Saudi dan Australia.

Jika Saudi menciptakan 18 peluang yang 4 di antaranya tepat sasaran dan Australia membuat 19 peluang yang 5 di antaranya tepat terarah kepada target, maka Bahrain yang berperingkat lebih rendah dibandingkan dengan kedua negara itu malah membuat 24 peluang yang 5 di antaranya tepat sasaran.

Itu memang konsekuensi dari permainan yang lebih terbuka sehingga lebih berani mengambil inisiatif menyerang, kendati formasi yang dipasang Shin Tae-yong sama dalam tiga pertandingan itu, 5-4-1.

Jika ada faktor yang mesti disoroti, maka itu adalah materi pemain yang diturunkan Shin Tae-yong yang sepertinya terlalu cepat memasukkan imbuhan baru dalam skuad Garuda.

Shin Tae-yong memutuskan memasang susunan pemain yang berbeda dari laga pertama putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 melawan Saudi. Starter-starter saat melawan Bahrain itu memang meningkatkan daya gedor timnas Indonesia.

Tetapi akibatnya, Bahrain mendapatkan ruang yang lebih lapang dalam menusuk daerah pertahanan Garuda. Hasilnya, mereka menciptakan peluang lebih banyak ketimbang yang dilakukan Saudi dan Australia.

Baik Bahrain maupun Australia memasang formasi diamond 4-4-2, sedangkan Saudi sama-sama menerapkan tiga bek tengah dan seorang ujung tombak, dalam formasi 3-4-2-1.

Ternyata, kala menghadapi tim yang memasang formasi 4-4-2 yang membuat semua lini kokoh tapi fleksibel saat menekan, Garuda menjadi lebih terekspos dari tekanan lawan.
 
Pesepak bola Timnas Indonesia Malik Risaldi menggiring bola saat bertanding melawan Timnas Bahrain dalam laga Grup C putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia yang berakhir seri 2-2 di Stadion Nasional Bahrain, Kamis (10/10/2024). ANTARA FOTO/HO-PSSI/app/YU/aa. (ANTARA FOTO/PSSI)



Statistik China

Itu semua menjadi pekerjaan rumah Shin Tae-yong dalam bagaimana dia memodifikasi formasi atau menurunkan pemain-pemain yang lebih tepat yang lebih bisa menekan dan sekaligus menangkal lawan.

Evaluasi dan perubahan ini penting karena berkaitan dengan laga menghadapi China yang juga setia merangkul formasi 4-4-2.

Tampil balik menekan, kala menghadapi tim berperingkat lebih rendah dari lawan-lawan sebelumnya, bisa menjadi kunci untuk menaikkan performa serangan dan tekanan Garuda.

Kala menghadapi Bahrain, Merah Putih sudah berada di jalur itu. Mereka sudah benar, sayangnya hal itu tidak paralel dengan bagaimana Merah Putih mencegah lawan untuk tidak terlalu sering mengganggu sektor pertahanan.

Sekalipun menjadi tim yang lebih klinis kala melawan Bahrain setelah menciptakan lima peluang yang semuanya tepat sasaran, Garuda membutuhkan gelandang-gelandang yang lebih kuat lagi dalam mengendalikan lapangan tengah.

Melawan China yang berperingkat lebih rendah dibandingkan Arab Saudi, Australia, dan Bahrain, seharusnya menjadi kesempatan untuk meningkatkan kinerja di lapangan tengah, tanpa menurunkan daya gedor tim.

Tetapi di atas kertas, jika melihat bagaimana Ivar Jenner dkk mengimbangi Bahrain sampai nyaris memenangkan laga itu, Indonesia seharusnya bisa lebih menekan China walau mesti tampil jauh di kandang lawan.

Apalagi, dalam sepuluh laga kandang yang dijalani China dalam semua kompetisi, kandang China tak terlalu angker bagi lawan-lawannya, kecuali saat membantai Singapura 4-1 pada 28 Maret 2024 dalam pertandingan babak kedua kualifikasi Piala Dunia 2026.

Dalam sepuluh laga kandang terakhirnya itu, China menelan empat kekalahan dan tiga kali seri, termasuk ditahan seri 1-1 oleh Thailand pada 6 Juni 2024 dan Malaysia pada 9 September 2023.

Bagi Garuda, hasil positif di China nanti, apalagi jika membawa pulang hasil yang lebih bagus ketimbang yang dibuat Thailand dan Malaysia, bisa menjadi pembuka untuk langkah besar dalam memperebutkan tiket Piala Dunia 2026.

Sejauh ini masih tujuh pertandingan putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 yang mesti dijalani Indonesia.

Dari tujuh laga itu, empat di antaranya adalah laga kandang, di mana Jepang menjadi lawan yang paling sulit untuk diimbangi sekalipun.
 
Pesepak bola Timnas Indonesia Rafael Struick (kanan) berselebrasi bersama Ragnar Oratmangoen (kiri) setelah mencetak gol kedua ke gawang Timnas Bahrain dalam pertandingan putaran ketiga Grup C Kualifikasi Piala Dunia zona Asia di Stadion Nasional Bahrain, Riffa, Bahrain, Kamis (10/10/2024). Pertandingan berakhir imbang dengan skor 2-2. ANTARA FOTO/REUTERS/Hamad I Mohammed/nym.


Sudah lebih tajam

Tetapi jika memenangkan tiga dari empat pertandingan kandang itu, dan sambil mencuri poin dari tiga laga tandang tersisa, maka target finis empat besar Grup C bukan isap jempol semata.

Apalagi jika tidak kalah dari tujuh pertandingan tersisa, sembari memenangkan tiga dari empat laga kandang, bisa membuat Indonesia menciptakan sensasi besar dalam sepak bola dunia.

Tetapi impian seperti itu masih terlalu dini dan terlalu jauh untuk digapai.

Fokus kini mesti diarahkan ke China. Kemenangan sudah di depan mata kala melawan Bahrain, tak boleh lagi lepas jika mendapatkan kesempatan yang sama di Qingdao, China, Selasa pekan depan.

Satu hal yang pastinya sudah diketahui Shin Tae yong dan pasukannya, adalah sejauh ini China merupakan tim dengan pertahanan paling payah di Grup C.

Selama babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 ini Dragon Team sudah kebobolan 12 gol, yang satu di antaranya terjadi di kandang sendiri kala dihabisi Arab Saudi 1-2 meski sejak menit ke-19 babak pertama bermain melawan lawan yang sudah pincang akibat seorang pemain Saudi terkena kartu merah.

Tidak saja buruk dalam bertahan, tim serang China juga tidak seberbahaya tim lain, termasuk dibanding dengan pemain-pemain depan Indonesia.

Bayangkan, dalam tiga laga terakhir, China hanya membuat dua tembakan tepat sasaran, yang salah satunya terjadi kala melawan sepuluh pemain Saudi manakala China membuat 15 peluang.

Total, dalam tiga pertandingan babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026, China mengkreasi 23 peluang yang dua yang menemui sasaran. Bandingkan dengan Indonesia, yang membuat total 18 peluang yang 9 di antaranya tepat sasaran.

Tanpa menghilangkan rasa hormat kepada China, dengan statistik dan gambaran seperti ini, kemenangan yang terampok di Bahrain sehari lalu, seharusnya bisa ditebus di China empat hari nanti.

Jika itu bisa dilakukan, maka Garuda mendapatkan momentum besar untuk tampil semakin bagus, termasuk empat laga kandang yang salah satunya melawan Bahrain pada 25 Maret 2025.

Petunjuk untuk semakin bagus itu sendiri sudah ada, setidaknya dari grafik penguasaan bola yang meningkat dan ketajaman dalam memanfaatkan peluang sewaktu melawan Bahrain, ditambah mental bertanding yang semakin bagus.

Baca juga: Pengamat: wasit mengecewakan tapi evaluasi internal perlu dilakukan

Baca juga: Media asing beritakan wasit kontroversial dalam Bahrain vs Indonesia

Baca juga: Klasemen Grup C setelah Indonesia ditahan imbang 2-2 oleh Bahrain

Copyright © ANTARA 2024