Kami minta masyarakat adat kasepuhan dan kaolotan, termasuk Badui agar mempertahankan tradisi lumbung pangan untuk menyimpan gabah hasil panen itu
Rangkasbitung (ANTARA) -
Pemerintah Kabupaten Lebak Provinsi Banten mengapresiasi masyarakat adat kasepuhan dan kaolotan, termasuk Badui yang telah mampu memenuhi ketersediaan pangan keluarga melalui lumbung pangan (leuit).
 
"Semua masyarakat kasepuhan dan kaolotan, termasuk Badui memiliki ribuan lumbung pangan," kata Kepala Bidang Distribusi dan Sumberdaya Pangan Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Lebak Benu Dwiyana di Rangkasbitung Lebak, Jumat.
 
Dia menjelaskan, masyarakat adat di Kabupaten Lebak itu hingga kini kedaulatan pangannya masih kuat, dari hasil panen padi huma dan padi sawah.
 
Para adat kasepuhan dan kaolotan pertanian padi yang menjadi andalan untuk memenuhi ketersediaan pangan keluarga.
 
Karena itu, mereka hingga kini belum pernah mengalami kerawanan pangan maupun kelaparan.
 
"Kami minta masyarakat adat kasepuhan dan kaolotan, termasuk Badui agar mempertahankan tradisi lumbung pangan untuk menyimpan gabah hasil panen itu," katanya.
 
Menurut dia, masyarakat adat kasepuhan dan kaolotan di Kabupaten Lebak tersebar di Kecamatan Cipanas, Sajira, Leuwidamar , Cirinten, Bojongmanik, Curugbitung, Muncang, Citorek, Sobang, Cibeber, Cilograng, Bayah, Panggarangan, Cigemblong, dan Cijaku.
 
Kebanyakan masyarakat kasepuhan dan kaolotan ada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
 
Mereka sistem kedaulatan pangannya dari hasil panen padi huma dan padi sawah dengan masa panen ada yang enam bulan, ada juga yang tiga bulan.
 
Setelah panen masyarakat setempat menggelar acara seren taun untuk mengungkap rasa syukur atas diberikan limpahan panen yang melimpah.
 
"Hasil panen itu semua ikatan gabah dimasukan kedalam leuit sebagai bahan pangan keluarga," katanya.
 
Tetua Kasepuhan Cisungsang Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Noci mengatakan, masyarakat di sini yang tersebar di sembilan desa hingga kini belum pernah terjadi krisis pangan, karena hasil panen selalu melimpah dan tidak diperjualbelikan.
 
Persediaan hasil panen selalu terpenuhi dengan penduduk sekitar 9.000 kepala keluarga (KK), dan rata-rata satu KK memiliki dua euit.
 
Masyarakat adat itu membangun leuit yang biasanya didirikan di belakang rumah, karena lokasinya dekat dengan dapur dan mudah untuk mengambilnya.
 
Bahkan, padi dalam leuit itu terdapat hasil panen 30 tahun lalu.
 
Persediaan pangan gabah padi dapat memenuhi konsumsi keluarga juga untuk menggelar pernikahan, sunatan, maupun pesta adat.
 
Masyarakat adat juga hingga kini warganya tidak pernah membeli beras, bahkan mendapat bantuan sosial sebanyak 10 kg beras dari Badan Pangan Nasional (Bapanas), karena masuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
 
"Pemberian beras itu tentu dapat memenuhi ketersedian pangan juga mengurangi beban ekonomi," katanya.

Pewarta: Mansyur suryana
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024