Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah tetap akan menetapkan 1 Syawal 1427 Hijriyah melalui Rukyat atau melihat langsung hilal (bulan) pada 22 Oktober 2006, meskipun melalui Hisab atau perhitungan telah diketahui 1 Syawal jatuh pada Senin, 23 Oktober 2006. "Kita memang menggunakan sistem hisab, tetapi kita juga punya cara lain melalui rukyat," kata Menteri Agama Maftuh Basyuni di sela acara buka puasa bersama di rumah Menteri Agama di Jakarta, Jumat malam. Dengan demikian, ia mengakui, bisa jadi 1 Syawal 1427 Hijriyah terjadi perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok Islam lainnya, apakah tanggal 23 Oktober atau 24 Oktober. Sebelumnya, PP Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal 1427 Hijriyah jatuh pada Senin, 23 Oktober 2006, berdasarkan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. "Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1427 Hijriyah, Senin, tanggal 23 Oktober 2006, namun Muhammadiyah menyadari tidak seluruh wilayah di Indonesia hilalnya sudah wujud, sehingga bisa jadi ada yang menetapkan 1 Syawal pada Selasa," kata Perwakilan dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Oman Fathurrohman. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma`ruf Amin mengatakan, MUI bersama seluruh Ormas Islam sudah menyepakati bahwa pemerintah yang akan menetapkan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha setelah dilakukan sidang Itsbat bersama MUI dan Ormas-ormas Islam, maka semua Ormas Islam harus mematuhi ketetapan Pemerintah tersebut. "Tetapi kalau tetap masih menurut keyakinan masing-masing, silakan saja, karena pemerintah hanya menetapkan yang untuk masyarakat umum. Perbedaan tak perlu jadi alasan perpecahan," katanya. Posisi hilal, ujarnya, ada tiga macam, yakni yang pertama, jika posisi hilal masih berada di bawah ufuk (minus), yang berarti semua pihak akan sepakat bahwa bulan berjalan disempurnakan menjadi 30 hari (isti`mal) dan menurut Imam Ibnu Hajar, yang melihat hilal pada saat rukyat akan ditolak. Posisi berikutnya, kalau posisi di atas ufuk tetapi di atas dua derajat yang berarti lebih mudah dirukyat, maka bagi kelompok yang berpegang pada wujudulhilal seperti Muhammadiyah atau kelompok Imkanurukyat seperti Persis, semuanya akan menetapkan sama yakni umur bulan berakhir 29 hari. Yang rawan, urainya, pada posisi hilal di atas ufuk tetapi ketinggiannya hanya beberapa derajat saja dan tak sampai dua derajat. "Maka kelompok yang meyakini wujudulhilal di mana setengah derajat pun berarti di atas ufuk, akan menyatakan `esok sudah masuk 1 Syawal`. Ini berbeda dengan kelompok inkanurukyat yang hanya berpedoman pada minimal dua derajat sehingga bulan digenapkan 30 hari atau isti`mal," katanya. Sementara itu, Nahdlatul Ulama yang berpegang pada rukyat bil fi`li atau "hilal harus terlihat" akan melakukan rukyat untuk menentukan apakah bulan hanya berumur 29 hari atau digenapkan menjadi 30 hari, ujarnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006