Jakarta (ANTARA News) - Merasa proses hukum di Indonesia belum mampu membuka secara tuntas kasus tewasnya Munir, mendorong isteri almarhum, Suciwati, semakin gencar melemparkan kritik pedas kepada para penguasa, terutama para penegak hukum. "Saya tidak habis pikir, saya diam di sebuah negeri apa ini. Di mana-mana Presidennya bicara soal demokrasi. Tetapi, giliran masyarakat jadi korban, tidak mendapat keadilan," kata Suciwati, usai diskusi di Press Room DPR / MPR RI, Jumat, sehubungan putusan kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan Pollycarpus tak terbukti membunuh Munir. Ketidakjelasan kasus Munir tersebut, menurut Suciwati, paralel dengan sikap banyak penguasa, termasuk Presiden yang hanya gemar mengobral janji-janji. "Kita cuma pintar buat komitmen-komitmen yang tak jelas," tandas Suciwati usai tampil bersama Usman Hamid (Kontras), Effendy Choirie (Anggota Komisi I DPR RI) dan Yasona Laoly (Anggota Komisi III DPR RI). Sebelumnya, Effendy Choirie menanggapi pertanyaan peserta diskusi terkesan kurang bersemangat mengangkat kasus ini untuk dibahas di lembaga legislatif. Alasannya, ada banyak prosedural teknis yang mesti dilewati, dan belum tentu jika lolos pada tahapan-tahapan pembicaraan secara berjenjang, kemudian bias ada keputusan musyawarah. "Saya tak yakin hal ini bisa tuntas secara cepat dengan lembaga ini. Ketidakyakinan saya juga setelah melihat hal yang samat terjadi di lembaga lainnya, termasuk di eksekutif maupun yudikatif," ungkap Effendy Choirie. Karena itu, baik Effendy Choirie maupun Yasona Laoly, memberikan respons positif terhadap upaya untuk mencari peluang hukum baru, sebagaimana dinyatakan oleh Usman Effendy. Dalam keterangannya kepada pers usai acara itu, Usman Effendy menjelaskan, sebuah lembaga donor di Belanda yang pernah mendanai studi Munir di negeri kincir angin itu memang telah memberikan dukungan serius untuk adanya proses hukum ulang atas kasus kematian tokoh hak-hak azasi manusia tersebut. "Kami cari peluang hukum baru di sana (Belanda). Ada lawyer (pengacara) Belanda juga siap mendukung. Mudah-mudahan akhir tahun ini proses hukumnya mulai bisa berlangsung di sana," kata Usman Hamid, kini memimpin Kontras, lembaga yang dulu didirikan serta menjadi alat perjuangan almarhum Munir.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006