Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden M Jusuf Kalla mengatakan kasus penyelundupan senjata api di Amerika Serikat yang melibatkan WNI Brigjen Purn Erick Wotulo merupakan tangungjawab masing-masing, karena pemerintah tidak bisa mengontrol 220 juta penduduk Indonesia. "Pemerintah tentu tidak bisa mengontrol masing-masing orang. Jadi, (kasus Erick) itu menjadi tangungjawab masing-masing," kata Wapres M jusuf Kalla kepada wartawan di Jakarta, Jumat menanggapi kasus penyelundupan senjata api yang melibatkan WNI Brigjen Purn Erick Wotulo. Menurut Wapres, penduduk Indonesia saat ini berkisar 220 juta orang sehingga tidak mungkin pemerintah melakukan kontrol. Namun kata Wapres, KBRI di Los Angeles, Amerika Serikat telah diminta untuk melakukan tindakan-tindakan guna memberikan bantuan hukum dan hal lain yang diperlukan. Sebelumnya phak berwenang Amerika Serikat (AS) Jumat (29/9), mengumumkan bahwa mereka telah menangkap enam orang Asia, tiga di antaranya asal Indonesia, yang berkomplot mengirim senjata seperti senapan mesin dan senapan penembak jitu ke pemberontak Macan Tamil di Sri Lanka serta pembeli yang namanya tak jelas di Indonesia. Enam orang yang ditangkap di Guam itu diduga menjadi perantara antara pabrik senjata dengan Macan Tamil, kelompok yang oleh pemerintah AS dinyatakan teroris. Mereka dijerat dalam suatu operasi jebakan ketka beberapa petugas menyamar sebagai perantara senjata. Jika terbukti bersalah karena berkomplot mengekspor senjata dan amunisi serta peralatan pendukung untuk teroris, enam orang tersebut dapat dihukum hingga 20 tahun serta denda 500 ribu dolar AS (sekitar Rp.4,5 miliar). Enam orang tersebut adalah Haniffa bin Osman (55) warga Singapura, Thirunavukarasu Varatharasa (36) dari Sri Lanka, serta warga Indonesia bernama Brigjen (Purn) Erick Wotulo (60), Haji Subandi (69), Reinhard Rusli (34) dan Helmi Soedirdja. Haniffa bin Osman, Erick Wotulo, Haji Subandi dan Thirunavukarasu diduga kuat berkomplot mengapalkan senjata ringan muktahir dan peralatan militer ke pemberontak Macan Tamil (LTTE). Subandi pada bulan Mei 2006 berulang-ulang mengirimkan permintaan sejumlah alat tempur seperti senjata pasukan khusus, suku cadang helikopter dan teknologi sonar, kepada petugas bea cukai dan imigrasi yang menyamar. Subandi juga mengirimkan daftar 53 senjata militer, termasuk senapan mesin dan senapan penembak jitu yang diinginkan Macan Tamil, kata Departemen Kehakiman AS. Tersangka lainnya dituduh mencoba merancang pertemuan dengan petugas yang menyamar dan membicarakan cara pengiriman senjata dari Guam ke Samudera India.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006