Saat diperiksa kapal ini tidak ada dokumen sama sekali tentang kapalnya, yang ada dokumen pribadinya nakhoda

Batam (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) mengungkapkan dua kapal diduga melakukan aktivitas penyedotan pasir ilegal di perairan Batam, Kepulauan Riau.

Direktur Jenderal PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono di Batam, Kamis, mengatakan bahwa kedua kapal berbendera Malaysia tersebut berhasil diamankan oleh pihaknya pada Rabu 9 Oktober 2024, ketika berpapasan dengan kapal Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono hendak kunjungan kerja ke Pulau Nipa.

"Jadi, kemarin kejadiannya hari Rabu 9 Oktober, Pak Menteri melakukan kegiatan kunjungan ke Pulau Nipa, nah di tengah jalan kami mendapati kapal ini. Kapal ini terindikasi ngisap pasir laut dan kami sudah lama memantau kapal ini, dia tipis-tipis di perbatasan kadang masuk di tempat kita," kata Pung Nugroho saat merilis pengungkapan tersebut.

Pria yang akrab disapa Ipung ini mengungkapkan bahwa ketika kapal tersebut diperintahkan untuk berhenti dan dilakukan pemeriksaan, tidak didapati dokumen resmi.

"Kapal ini kami dapati di depan kita untuk papasan, seketika juga kami perintahkan penghentian, dan kami lakukan pemeriksaan. Saat diperiksa kapal ini tidak ada dokumen sama sekali tentang kapalnya, yang ada dokumen pribadinya nakhoda. Ini salah," tegas Ipung.

Petugas dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berdiri memantau situasi dari kapal yang diamankan karena diduga melakukan penyedotan pasir ilegal di perairan Batam, Kepulauan Riau, Kamis (10/10/2024). ANTARA/Harianto/am.


Dia mengatakan, muatan pasir yang ada di kapal tersebut sejumlah kurang lebih 10 ribu meter kubik sekali hisap selama 9 jam. Pasir tersebut akan dikirim ke negara tetangga Singapura.

Lebih lanjut, Ipung mengatakan bahwa dari dua kapal tersebut, sebanyak 29 orang anak buah kapal (ABK) bekerja di kapal yang berasal dari Afrika Barat. Dua diantaranya merupakan Warga Negara Indonesia (WNI).

Meski begitu, Ipung menuturkan bahwa ke-29 awak kapal masih dalam azas praduga tak bersalah. Namun, pihaknya tetap akan melakukan pendalaman karena telah memiliki satu bukti yang tidak adanya dokumen kapal.

"Selanjutnya kapal ini akan kita dalami, saat ini kami tentukan dia sebagai azas praduga tak bersalah. Namun kami sudah punya sedikit alat bukti dan itu akan kami kembangkan sejauh mana tingkat pelanggarannya," kata Ipung.

Baca juga: Menteri KKP pastikan pemanfaatan pasir laut tak rusak ekosistem
Baca juga: HNSI Kepri khawatirkan ekspor sedimen laut rugikan nelayan
Baca juga: Trenggono akui peminat pasir sedimentasi laut banyak

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024