Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mohammad Adib Khumaidi menekankan pentingnya melibatkan pemangku kepentingan dari unsur budaya dan agama dalam pelaksanaan penyediaan kontrasepsi untuk remaja.
"Terlepas dari pemahaman edukasi seks, ada hal-hal juga yang harus diperhatikan terkait dengan budaya, juga termasuk dari aspek agama. Pelaksanaan produk turunan undang-undang itu harus melibatkan unsur-unsur yang berkepentingan dalam pelaksanaan PP tadi," kata Adib dalam gelar wicara di ANTARA Heritage Center, Jakarta Pusat, Kamis.
Baca juga: Kemenkes: Kontrasepsi untuk tunda kehamilan remaja nikah dini
Baca juga: Wapres sarankan pendekatan menyeluruh terkait kebijakan kontrasepsi remaja
Menurut Adib, pemerintah perlu memberi ruang kepada pemangku kepentingan terkait dalam implementasi hingga evaluasi kebijakan tersebut agar tetap sesuai dengan tujuan, yakni kepentingan kesehatan masyarakat serta tidak bertentangan dengan nilai kultur dan agama.
"Kami berharap banyak dibuka ruang untuk bisa mengevaluasi perbaikan-perbaikan, merevisi jika memang itu ada hal-hal yang kemudian bertentangan, baik itu dari bidang medis maupun sudut pandang kultur dan agama," ujarnya.
Ia mendorong adanya pengawasan dan evaluasi terkait kebijakan penyediaan kontrasepsi kepada remaja agar implementasinya tepat sasaran. Pada proses pengawasan dan evaluasi ini, Adib mengingatkan pentingnya pemerintah melibatkan pemangku kepentingan lintas sektor.
"Saya kira pemerintah perlu melibatkan stakeholder kesehatan, baik dari pendidikan, dari sudut profesi, sudut agama, dan tokoh budaya. Ini juga harus dilibatkan dalam satu bentuk melakukan monitoring dan evaluasi ini," katanya.
Baca juga: Pakar: Perlu pengendalian penyediaan kontrasepsi bagi remaja
Baca juga: KPAI minta hapus Pasal 103 Ayat 4 PP Kesehatan, terkait kontrasepsi
Ketua Tim Kerja Kesehatan Reproduksi Direktorat Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kementerian Kesehatan, Wira Hartiti menyatakan penyediaan alat kontrasepsi bertujuan untuk menunda kehamilan pada remaja yang sudah telanjur menikah dini.
Hal itu disampaikan Wira, merespons Pasal 103 Ayat 4 huruf “e” dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang memuat redaksi “penyediaan alat kontrasepsi” sebagai bagian dari upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja.
“Salah satu yang bisa kita upayakan adalah bagaimana mengedukasi mereka supaya jangan hamil dulu sebelum usia 20 tahun. Sehingga, nanti bisa menunda dulu kehamilan sampai usia cukup,” kata Wira.
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024