Jakarta (ANTARA) -
Puluhan warga menghadang proses penyitaan lahan permukiman oleh juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) di kawasan Kanal Banjir Timur (KBT, tepatnya Kampung Bojong Rangkong, RT 005/RW 011, Kelurahan Pondok Kopi, Duren Sawit, Jakarta Timur, Kamis.
 
Warga yang kebanyakan dari kalangan ibu-ibu itu sambil membawa spanduk menghadang tim juru sita PN Jaktim yang akan melakukan penyitaan objek yang akan dieksekusi.

"Bapak (ke sini) nyari duit ya, biar kaya? Masih kurang? Bapak pulang aja deh, Pak," teriak salah satu emak-emak.
 
Mendengar penolakan tersebut, seorang juru sita PN Jaktim menjelaskan bahwa maksud kehadiran petugas di lokasi tak lain untuk melakukan penyitaan, bukan eksekusi.
 
Akan tetapi, penjelasan tim juru sita tersebut tetap mendapat penolakan keras dari warga. Pengacara warga, Hartadi yang berada di barisan depan bahkan terlibat cekcok dengan petugas juru sita.

Baca juga: Kejati DKI sita aset tersangka korupsi Distambut terkait lahan

Menurut dia, pihaknya telah melayangkan surat permohonan penangguhan eksekusi lahan ke PN Jaktim dengan tembusan ke Mahkamah Agung.

"Saya ini telah mengajukan permohonan penangguhan eksekusi dengan surat tembusan ke Mahkamah Agung. Yang kedua, kami sudah mengajukan peninjauan kembali," tegas Hartadi.
 
Ia pun meminta agar PN Jaktim menunda proses penyitaan maupun eksekusi.

Jika tetap bersikeras, Hartadi menyatakan akan melawan dan menuntut PN Jaktim.

"Saya tak terima, satu genteng pun jatuh, saya tuntut. Ini kemanusiaan, mohon ditunda," katanya. 

Baca juga: Kejati DKI geledah-sita dua rumah terkait kasus mafia tanah Cipayung

Adapun lahan yang menjadi obyek sita seluas 5.864 meter persegi. Di atas lahan itu berdiri 140 bidang rumah yang dihuni oleh 300 kepala keluarga (KK).
 
Ketua RT 005 RW 11, Kelurahan Pondok Kopi, Supriyanto menjelaskan, warga telah menempati lahan sejak 1992.

Permasalahan mulai timbul pada 2015 setelah pria berinisial A mengklaim sebagai pemilik lahan.

Supriyanto mengatakan, warga umumnya hanya memiliki bukti perjanjian jual beli lahan berupa kwitansi maupun surat akta jual beli (AJB) tanah.

Bukti perjanjian jual beli itu yang dijadikan dasar hukum warga menempati lahan tersebut selama puluhan tahun lamanya.

Baca juga: DPRD sebut persoalan lahan jadi penyebab belum eksekusi turap Angke
 
"Kami menjaga, merawat, benar-benar menjaga sejak 1992. (Saat ini) kami berupaya menaikkan status menjadi sertifikat hak milik," kata dia.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2024