Jakarta (ANTARA News) - Komputer di rumahnya nyaris tidak pernah dimatikan. Berita-berita situasi di Indonesia dan mancanegara seolah tidak lepas dari pemantauannya melalui internet, baik pagi, siang, bahkan hingga tengah malam. Bagi Achyar Hanif, demikian nama warga Indonesia yang sudah hampir 30 tahun tinggal di New York itu, internet dan berkomunikasi lewat surat elektronik (e-mail) tidak bisa lepas dari kehidupan kesehariannya. Lewat teknologi itulah Achyar, bisa mengikuti dinamika kehidupan di Indonesia, meskipun ia sendiri berada jauh dari Tanah Air. "Hati saya tetap Merah-Putih, meski sudah lama di Amerika," kata ekonom alumnus New York University (NYU), salah satu perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat. Meskipun ada peluang untuk menjadi warga negara AS, namun Achyar tetap memilih memegang paspor Indonesia. Achyar adalah satu dari puluhan generasi tua warga Indonesia yang merantau ke New York pada tahun 1970-an. Sebagian besar dari mereka sudah beranak cucu di kota tersebut dan tinggal menikmati masa pensiunnya. Sebagai warga Indonesia, Achyar mengaku selalu merasa prihatin jika terjadi hal-hal yang negatif dengan negaranya, misalnya kasus korupsi yang masih merajalela, kemiskinan, dan juga soal adanya gerakan-gerakan separatisme. "Rasanya ingin sekali berbuat sesuatu untuk memperbaiki negri kita," katanya. Salah satu yang dapat dilakukan untuk itu dengan membagi informasi yang kira-kira ada manfaatnya, baik bagi kalangan diplomat, wartawan maupun kalangan akademisi. "Setiap ada hal yang penting untuk diketahui di Amerika maupun Indonesia, rasanya saya ingin segera menyampaikannya kepada orang-orang yang kompeten," ujarnya. Terkadang ia tidak segan-segan melontarkan kritik terhadap pejabat tertentu, langsung melalui emailnya, jika menurut dia ada keputusan yang keliru. "Saya tidak ada pamrih apa-apa, saya bebas mengkritik atau pun memuji seseorang. Ini cara saya mencintai Indonesia, " katanya. Banyak cara bagi WNI di perantauan luar negeri untuk mewujudkan rasa kepeduliannya kepada Tanah Air, misalnya dengan menyumbang dana, menulis buku, membantu mempromosikan nama Indonesia, atau juga dengan cara menulis lewat dunia maya seperti yang dilakukan Achyar. Dari Malaysia Pengetahuannya yang cukup luas soal politik dan ekonomi, serta kedekatannya dengan sejumlah pejabat atau mantan pejabat pemerintahan Indonesia, tidak lepas dari perjalanan karirnya. Achyar pernah menjabat sebagai asisten atase perdagangan di KBRI Malaysia tahun 1970-an. Ketika itu Achyar sering berurusan dengan para pejabat petinggi negara di bidang perdagangan dan pertanian, baik Indonesia dan Malaysia. Selama di Malaysia ia juga aktif membantu PTP dalam pemasaran produk karet dan sawit. "Walaupun Malaysia adalah `main competitor` Indonesia khususnya untuk produk karet dan sawit, saya sama sekali tidak mendapat kesulitan untuk memperolehi up to date informasi "on day to day" basis mengenai produksi dan trend dari pemasaran kedua komoditas karet dan sawit di sana, yang kemudian saya teruskan on the spot ke Indonesia sebagai bahan perbandingan produksi dan pasar karet dan sawit kita," katanya. "Malah PTP di Medan, telah saya suplai dengan video film dokumenter bagaimana Malaysia mempraktekkan penanaman sawitnya yang dijadikan contoh dan diterapkan sewaktu sebagian kebun-kebun tradisionil tembakau Deli di Medan dan sekitarnya disubstitusi ke tanaman sawit," katanya. Selesai tugas di Malaysia, tahun 1977 Achyar sekolah ke Amerika Serikat. Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PNP-PTP I-IX Sumut/Aceh-Medan, mempercayakan Achyar sebagai korespondennya di New York. Setelah KPB Medan tidak lagi independen dan kegiatan pemasaran dari seluruh PTP Indonesia dipusatkan di KPB PT (Persero) Perkebunan Nusantara Jakarta, oleh Menteri Pertanian ketika itu Achyar ditunjuk sebagai pejabat penghubung Deptan dengan penguasa hukum di Amerika dalam rangka mempersiapkan pendirian anak perusahaan dari PT (Persero) Perkebunan Nusantara yaitu PTP Commodities Ltd di New York. Selain ikut mempromosikan produk komoditas perkebunan Indonesia, ia juga aktif memberi informasi mengenai gejolak perekonomian di AS yang bisa mempengaruhi perdagangan Indonesia. Perjalanan karir dan pengalamannya yang luas menjadikan Achyar sebagai negosiator ulung di bidang bisnis, ulet, dan memiliki pergaulan luas di berbagai kalangan. Ketekunannya membaca dan mengikuti perkembangan dunia, membuatnya ia juga dikenal sebagai eksiklopedi berjalan. Setelah lepas dari tugas pemerintahan, hingga kini ia masih aktif berbisnis lewat perusahaan yang dipimpinnya, Intermainco, yang bergerak di bidang investasi umum, termasuk investasi bidang real estate. Sejumlah perwakilan perbankan: BI, dan BRI, BNI serta BBD, BDN, EKSIM sebelum disatukan ke Bank Mandiri yang beroperasionil di New York, mempercayakan pembelian rumah melalui Achyar di tahun 1984 hingga 1994. Kepiawaianya dalam bernegosiasi menjadikan rumah-rumah yang dibeli lewat perantaraannya itu sebagai investasi yang menguntungkan. Harganya pada waktu itu dari mulai 500 ribu dolar sampai 1,5 juta dolar. Sekarang ini properti-properti tersebut nilainya berkisar antara 2 juta dolar sampai 4 juta dolar. "Saya bukan broker, tapi lebih tepat sebagai negosiator," kata pria kelahiran Medan tahun 1949 itu. Bisnis yang dijalankan Achyar Hanif tersebut juga bukan hanya terkait dengan pihak Indonesia, tapi dengan kalangan berbagai negara. "Hampir semua gedung pencakar langit di New York ini sudah saya datangi, karena memang terkait dengan rusan bisnis saya," katanya. Lewat keuletannya itu pula Achyar Hanif dapat sintas di kota New York, dan tinggal di kawasan ekslusif Rosevelt Island bersama isteri tercinta dan tiga anak yang kesemuanya lahir di Amerika (dua perempuan satu laki-laki). Ada kerinduan untuk kembali dan menghabiskan masa tuanya di Indonesia, setelah hampir 30 tahun dirantau. Namun keinginan itu belum dapat terlaksana karena salah satu putera satu-satunya menderita autisme, sehingga perlu mendapat terapi fisik dan pendidikan di New York. Meskipun demikian setidaknya melalui media internet dan penyebaran informasi yang dilakukannya dengan sukarela, ia tetap dapat berbuat sesuatu yang bisa bermanfaat bagi Tanah Air.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006