BNPB membuka akses sebesar-besarnya kepada kelompok disabilitas untuk meningkatkan kemampuan dalam penanganan dan mitigasi kebencanaan
Banda Aceh (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus memperkuat kapasitas relawan disabilitas, kaum muda dan kelompok berisiko lainnya dalam penanganan bencana, agar mereka lebih siap saat menghadapi segala potensi bencana di masa mendatang.

“Yang paling penting ini bagaimana kita melihat mereka itu tidak sebagai obyek, tetapi dijadikan subjek,” kata Direktur Kesiapsiagaan BNPB Pangarso Suryotomo dalam peringatan bulan pengurangan risiko bencana (PRB) di Banda Aceh, Rabu.

Ia menjelaskan BNPB membuka akses sebesar-besarnya kepada kelompok disabilitas untuk meningkatkan kemampuan dalam penanganan dan mitigasi kebencanaan.

BNPB terus berupaya menjadi kelompok ini tidak hanya sebagai objek atau orang yang diselamatkan ketika bencana, tetapi juga menjadi subjek yakni terlibat dalam menyelamatkan atau bertanggung jawab saat darurat.

“Jadikan mereka subjek yaitu keterlibatan mereka, partisipasi mereka, dan jangan pernah telihat dari sisi fisik, tapi lihat dari kapasitas mereka,” ujarnya.

Baca juga: BNPB tanam 6.000 batang mangrove di Aceh upaya jaga ekosistem pesisir
Baca juga: BNPB siapkan bantuan bencana bagi korban banjir dan longsor Aceh


Selama ini, menurut dia, sudah banyak keterlibatan penyandang disabilitas dalam penanganan bencana, seiring adanya Peraturan Kepala BNPB nomor 14 tahun 2014 tentang penanganan, perlindungan dan partisipasi penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana, dan terbentuknya unit layanan disabilitas.

“Seperti di Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah, NTT, NTB, dan kami juga mendorong provinsi lain, bagaimana mereka merumuskan kegiatan dalam penanganan bencana,” ujarnya.

Bahkan, kelompok disabilitas ini juga telah meluncurkan buku panduan untuk evakuasi disabilitas dan lansia saat kedaruratan, yang disusun oleh kelompok ini sendiri sebagai pelaku utama, yang mengacu pada kebutuhan saat penanganan bencana.

“Jadi bagaimana kita menjadikan mereka ini tidak hanya diselamatkan tapi ikut menyelamatkan, ikut bertanggung jawab saat darurat, bencana, dan pascabencana,” ujarnya.

Analis Kebencanaan Ahli Muda Direktorat Kesiapsiagaan, Deputi Pencegahan BNPB Iis Yulianti mengatakan peningkatan kapasitas penanganan bencana bagi kelompok disabilitas ini sangat penting dilakukan, mengingat persentase mereka yang berdomisili di daerah-daerah rawan bencana juga cukup tinggi.

“Saat bencana mereka juga bisa jadi frontliner (garda terdepan), kalau tidak kita berikan peningkatan kapasitas ini maka akan berdampak pada kehilangan jiwa, harta benda, aset dan lainnya,” ujarnya.

Menurut data BNPB, lebih dari 53 ribu desa atau kelurahan di Indonesia yang menjadi daerah rawan bencana, yang ditempati lebih dari 51 juta keluarga. Mulai dari ancaman bencana gempa bumi, tsunami, gunung berapi, longsor, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan dan banjir.

Tentu saja, lanjut Iis, kondisi ini menjadi perhatian bersama dari semua lintas unsur di Tanah Air untuk terus meningkatkan mitigasi, pengetahuan dan kapasitas dalam penanganan bencana.

“Apalagi kita negara kepulauan, tentunya, sangat penting masyarakat harus mempunyai kemampuan. Jadi kalau menunggu BNPB, BPBD, Basarnas, atau tim rescue lainnya untuk menolong tentu butuh waktu, akses dan lainnya, mau tidak mau masyarakat harus bisa menyelamatkan dirinya sendiri,” ujarnya.

Baca juga: BNPB siap salurkan bantuan kemanusiaan ke Vietnam dan Yaman
Baca juga: Kepala BNPB minta warga Aceh tingkatkan mitigasi kebencanaan

Pewarta: Khalis Surry
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024