La Paz, Bolivia (ANTARA News) - Sedikitnya sembilan orang meninggal dan 60 orang lainnya cedera, Kamis (Jumat WIB), saat terjadi bentrok antarpekerja tambang sebuah penambangan timah dalam aksi keributan tambang yang terbesar di dunia di sebuah penambangan di Bolivia barat yang menggunakan bahan peledak dinamit. Juru bicara kepresidenan Alex Contreras mengatakan delapan orang meninggal seketika ditempat kejadian bentrok antara penambang liar dengan karyawan perusahaan penambangan pemerintah di Huanuni di wilayah kaya mineral daerah Oruro. Menurut laporan media massa setempat pekerja tambang ke sembilan meninggal di rumah sakit dan 60 orang pekerja lainnya mengalami cedera dari ringan sampai berat. Keributan bermula saat para penambang liar mencoba menguasai dan menduduki sejumlah tambang timah milik negara termasuk yang ada di Huanuni salah satu tambang timah terbesar di dunia. Sebelumnya para penambang liar bekerja bersama-sama dengan pekerja tambang karyawan pemerintah di tambang milik negara tersebut tanpa satu masalah. Stasiun televisi milik pemerintah TV7 memperlihatkan sejumlah pekerja tambang yang berlumuran darah ditangani oleh para pekerja medis di sebuah rumah sakit yang memiliki peralatan sederhana . Bolivia adalah salah satu negara berkembang dengan penghasilan terendah di Amerika Selatan dan seringkali mengalami krisis politik dan sosial. Angkatan Bersenjata tiba malam hari di kota tambang tua Huanuni di dataran tinggi Andes 280 km sebelah tenggara La Paz dalam kerangka untuk menghentikan keributan yang disertai dengan kekerasan. Pada tahun 1980an pemerintah Bolivia menutup lebih dari sepuluh tambang dan merumahkan sekitar 35 ribu pekerja akibat krisis ekonomi dan rendahnya harga hasil tambang di pasar dunia. Pada tahun 1990an harga hasil tambang di pasar internasonal mengalami kenaikan sehingga mantan pekerja tambang yang dirumahkan melakukan penambangan liar di tambang-tambang yang telah ditutup selama sepuluh tahun lebih dan bahkan mereka mendirikan serikat pekerja yang bersamaan dengan waktu, berusaha menguasai sejumlah tambang di negara yang tak memiliki batas wilayah laut tersebut. Kelompok oposisi dari Partai Nasional Bersatu mendesak agar Menteri dalam Negri Alicia Munoz yang dianggap terlalu lamban dalam bertindak karena tidak segera mengerahkan militer untuk mencegah terjadinya keributan yang berakhir dengan kekerasan . Menteri Pertambangan Walter Villaroel akan mengunjungi ke tempat kejadian perkara beserta sejumlah pejabat tinggi lainnya dan para aktifis HAM guna membujuk dua belah pihak agar mau berkerja bersama-sama dalam suasana damai di tambang Huanuni, demikian keterangan sejumlah pejabat. Para pemimpin dari perusahaan tambang milik negara COMIBOL yang meminta agar Villaroel segera mundur karena tak dapat mencegah terjadinya kerusuhan yang berakhir dengan kekerasan dan meredam aksi protes dimana-mana. Kematian ke sembilan pekerja tambang muncul ditengah-tengah ketegangan sosial di Bolivia. Pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Evo Morales telah berupaya untuk bernegosiasi dalam upaya mengakhiri aksi protes buruh tambang yang ada akhir-akhir ini serta aksi blokade jalan oleh kelompok suku Indian yang meminta hak atas pengelolaan sumber alam, tanah dan pertanian. Akhir bulan lalu para pekerja tambang karyawan pemerintah meminta agar dibukanya kesempatan dan peluang kerja di tambang Huanuni dengan cara melakukan aksi penutupan jalan di salah satu rute wilayah utama perdagangan di Bolivia untuk beberapa hari lamanya. Para buruh tambang telah memberikan dukungan penuh bagi Morales yang memperoleh kemenangan mutlak pada pemilihan umum Desembar tahun lalu. Pemerintahan Morales telah berjanji akan membuka kembali tambang industri yang selama ini ditutup namun sejauh ini belum menyampaikan rencana peremajaan dan modernisasi di sektor industri tambang, demikian Reuters.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006