"Perlu dilakukan sidang ajudifikasi untuk mengetahui status dokumen itu tertutup atau terbuka," ujar dia di Jakarta, Rabu.
Dia menambahkan bagi masyarakat yang ingin mengetahui dokumen DKP tersebut, dengan mengajukan permohonan informasi ke Mabes TNI, sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU 14/2008.
Kalau permohonan informasi tidak dipenuhi, sambung dia, bisa diajukan sengketa ke Komisi Informasi.
"Nantinya, Komisi Informasi yang akan memberi penilaian status informasi yang diminta, tertutup atau dikecualikan."
Dalam pasal 17 UU 14/2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik, memang dikenal informasi yang dikecualikan, dan itu hak badan publik, termasuk TNI untuk mengklaim bahwa informasi yang dikecualikan.
"Tapi hal itu tidak bisa hanya dengan klaim. TNI harus melakukan uji konsekuensi, kenapa informasi itu dikecualikan. Kalau TNI hendak mengklaim dokumen itu rahasia, harus merujuk pasal 17 dan UU lain yang dianggap mendukung pengecualian itu."
Meski demikian, melalui sidang ajudikasi Komisi Informasi akan menilai, apakah pengecualian yang dilakukan TNI atas dokumen DKP itu benar atau tidak.
"Kalau dari ajudikasi hasilnya mengatakan itu informasi publik yang terbuka, maka TNI harus membuka. Tapi karena belum pernah diajukan sengketa, TNI punya hak untuk mengatakan itu informasi dikecualikan."
TNI, kata dia, tidak bisa hanya membuat klaim informasi itu dikecualikan, tanpa melakukan uji konsekuensi.
TNI sebaiknya memberi keterangan terbuka mengenai dokumen tersebut. Hal ini penting justru untuk menghindari berbagai informasi di masyarakat yang bisa menyesatkan.
Dokumen DKP yang diduga berisi rekomendasi pemecatan Letnan Jenderal Prabowo Subianto pada 1998, beredar luas di dunia maya.
Pewarta: Indriani
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014