Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memastikan tidak akan memperpanjang kontrak pertambangan emas dan tembaga PT Freeport Indonesia di Papua sebelum 2019.
Menteri ESDM Jero Wacik saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu mengatakan, sesuai aturan, pengajuan kontrak pertambangan hanya boleh dilakukan dua tahun sebelum berakhir masa konsesinya.
"Karena kontrak karya dengan Freeport habis 2021, maka baru 2019 baru boleh ajukan perpanjangan atau pada pemerintahan mendatang dan bukan sekarang," katanya.
Apalagi, lanjutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengeluarkan edaran yang berisi agar menteri tidak mengeluarkan kebijakan strategis.
Menurut dia, perpanjangan kontrak memang merupakan dilema bagi pemerintah.
"Kalau keluarkan perpanjangan, pasti salah. Tapi, kalau tidak ada perpanjangan, maka apa jaminan bagi investasi Freeport," katanya.
Saat ini, lanjutnya, pihaknya sedang memikirkan agar tidak ada perpanjangan saat ini, tapi investasi tetap dilakukan.
Jero juga mengatakan, Freeport membayar uang jaminan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) senilai 115 juta dolar AS.
Nilai jaminan yang ditempatkan di rekening penampungan sementara (escrow account) pemerintah itu setara dengan lima persen dari investasi smelter 2,3 miliar dolar AS.
Kesediaan membangun smelter tersebut akan diberikan insentif fiskal berupa pengurangan bea keluar ekspor konsentrat.
"Kalau dia sudah 50 persen bangun smelter, maka bea keluar turun 50 persen. Kalau sudah resmi beroperasi, maka bea keluarnya nol," ujarnya.
Ia juga menambahkan, renegosiasi kontrak pertambangan akan rampung pada masa pemerintahan sekarang.
"Saat ini, hampir semua sudah setuju dengan poin-poin renegosiasi," kata Jero.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014