Agar gizi tetap terpenuhi namun dengan anggaran yang terbatas maka pilihan menunya juga menjadi penting
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Eliza Mardian menyampaikan bahwa pemilihan atau inovasi menu makanan yang tepat menjadi penting di tengah anggaran terbatas Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di masa pemerintahan baru mendatang.

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, pemerintah mengalokasikan anggaran Program MBG sebesar Rp71 triliun di tengah target penerima secara total sebanyak 82,9 juta anak sekolah selama lima tahun ke depan.

“Agar gizi tetap terpenuhi namun dengan anggaran yang terbatas maka pilihan menunya juga menjadi penting. Jika pemerintah ingin memberikan menu daging sapi dalam menu anak dan memberikan susu, ini akan membutuhkan anggaran yang relatif lebih besar,” ujar Eliza saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan terkait cukup atau tidaknya alokasi anggaran juga bergantung dari target dan sasaran pemerintah akan sebanyak apa sasaran dan menu makanannya, yang mana akan mempengaruhi belanja bahan pangan.

Selain itu, lanjutnya, juga tergantung konsep pembangunan dapurnya, yaitu membangun dapur baru dengan konsep sentralisasi atau memberdayakan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) eksiting untuk menjadi vendor Makan Bergizi Gratis (MBG) ke sekolah, yang akan mempengaruhi anggaran.

Baca juga: Kepala Badan Gizi klarifikasi soal pembagian Makan Bergizi Gratis

Baca juga: Peneliti: Makan bergizi gratis harus ciptakan efek berganda ekonomi


“Mau besar atau kecil anggaran, jika tidak memberikan multipplier effect yang luas ini akan percuma. Yang penting adalah efektivitas belanja, transparansi dan keterlibatan petani, peternak, nelayan dan UMKM lokal untuk membangun local supply chain yang kuat,” ujar Eliza.

Eliza menjelaskan bahwa pemenuhan kebutuhan susu domestik saat ini sebesar 80 persen masih dari impor, yang mana untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut minimal membutuhkan sebanyak 2 juta ekor sapi perah tambahan.

Di sisi lain, lanjutnya, saat ini populasi sapi perah masih sekitar 507 ribu ekor per tahun 2022, yang mana itu pun didominasi usaha kecil peternakan rakyat yang memiliki keterbatasan modal dan implementasi teknologi.

“Kita perlu realistis dalam membuat target. Maka pemenuhan susu ini untuk awal tahun implementasi MBG akan impor,” ujar Eliza.

Dalam kesempatan ini, Ia menjelaskan bahwa Program MBG akan berdampak positif apabila adanya pembentukan dan penguatan rantai pasok lokal yang melibatkan petani lokal, nelayan lokal, peternak lokal, usaha kecil dan menengah (UKM), hingga koperasi desa.

“Misalnya, ini membangun backward linkage yang kuat dengan melibatkan petani, nelayan dan peternak, ini akan menjadi tambahan dana yang beredar di masyarakat. Ini akan berdampak positif,” ujar Eliza.

Baca juga: Menkeu bakal temui Kepala Badan Gizi Nasional untuk bahas anggaran

Baca juga: Pakar: Anggaran makan bergizi gratis harus hitung kelengkapan gizi

Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024