Perubahan iklim sangat terasa sekali karena pembelajaran membutuhkan kondisi yang kondusif dari aspek kelembaban udara

Mataram (ANTARA) - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkapkan perubahan iklim yang membuat suhu menjadi lebih panas berdampak terhadap konsentrasi belajar para peserta didik.

"Perubahan iklim sangat terasa sekali karena pembelajaran membutuhkan kondisi yang kondusif dari aspek kelembaban udara," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB Aidy Furqan di Mataram, Selasa.

Aidy menuturkan suhu panas saat musim kemarau seperti yang terjadi sekarang ini mempengaruhi daya konsentrasi dan belajar gembira para murid-murid sekolah.

Ketika posisi matahari berada di puncak cakrawala mulai dari siang hingga sore hari membuat siswa cenderung tidak mood belajar karena suhu udara yang panas. Kondisi itu memerlukan pilihan strategi pendidikan yang lebih gembira.

Menurutnya, metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara yang menyenangkan atau enjoyfull learning menjadi keharusan bagi para guru dan menciptakan pola-pola baru dalam pembelajaran.

Baca juga: Perubahan iklim ancam keberadaan pulau-pulau kecil di NTB

"Jadi, tidak boleh stuck dalam mengajar karena anak-anak membutuhkan itu, tuntutan," kata Aidy.

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB menyiapkan sejumlah aksi untuk mengalahkan pendidikan perubahan iklim sejak dini kepada para peserta didik melalui Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), zero waste, dan profil penampilan yang di dalamnya memuat konten-konten terkait mitigasi pemanasan global.

Berdasarkan pengamatan iklim yang dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada tahun 2023, suhu udara maksimum Nusa Tenggara Barat mencapai 38 derajat Celsius di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat.

Suhu udara juga tercatat mencapai 37,4 derajat Celsius di Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, dan Kota Bima. Sedangkan, Kota Mataram yang menjadi ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat mencatatkan suhu maksimum sebesar 36,2 derajat Celsius.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan kejadian bencana alam di Nusa Tenggara Barat pada 2020 hingga 2023 mayoritas bencana hidrometeorologi.

Pada tahun 2020 jumlah bencana alam tercatat sebanyak 50 kejadian, pada tahun 2021 ada 112 kejadian, pada tahun 2022 jumlah bencana sebanyak 46 kejadian, dan tahun 2023 sebanyak 156 kejadian.

"Kami bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk memberikan edukasi yang sifatnya preventif atau pencegahan kondisi bencana. Perubahan iklim menjadi bagian dari pendidikan lingkungan," pungkas Aidy.

Baca juga: Legislator nilai DPR harus perjuangkan UU tentang krisis iklim
Baca juga: Menteri LHK ingatkan peran pemuda Indonesia tangani perubahan iklim

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024