Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Vivi Yulaswati mengatakan pihaknya sedang menyusun reformasi pupuk untuk para petani.
“Saat ini, kita sedang menyusun reformasi untuk pupuk yang tentunya kita tahu banyak studi-studi menunjukkan bahwa ternyata kebijakan pupuk kita sekarang memberikan dampak negatif, terutama terhadap kesehatan tanah atau lahan,” katanya dalam acara Sustainable Development Goals (SDGs) Annual Conference 2024 di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, upaya untuk mengatasi pengurangan emisi dan penurunan suhu muka bumi harus dilakukan dengan mengganti metode bertani dari yang tradisional atau business as usual menjadi lebih ramah lingkungan. Hal ini disebabkan kebijakan pupuk saat ini justru mengurangi kesehatan, kekuatan, dan kemampuan lahan tani untuk menyerap emisi.
“Jadi di satu sisi kita teriak-teriak (mengurangi emisi), tapi do the same thing (menciptakan emisi) untuk pangan kita. Oleh sebab itu, salah satu yang sekarang kami siapkan adalah mencoba menyiapkan reformasi pupuk, supaya nantinya lebih tepat sasaran dan tentunya para petani kita tidak hanya memilih pupuk yang disubsidi saja, tetapi juga sesuai dengan kebutuhannya, termasuk untuk pupuk organik,” ungkap Vivi.
Nantinya, reformasi pupuk akan dibarengi dengan diseminasi dan pengembangan kapasitas terhadap para pihak yang terlibat.
Dalam kesempatan itu, Vivi juga menyampaikan bahwa SDGs semacam platform kolaborasi yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, filantropi, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Artinya, berbagai kolaborasi atas nama SDGs tidak harus selalu dari Bappenas, tetapi juga bisa dari kementerian lain, universitas, pemerintah daerah, dan sebagainya.
“Saya pikir kita perlu bergerak semuanya untuk enam tahun tersisa supaya berbagai bentuk kolaborasi itu betul-betul bisa di-action. Kita bilangnya sekarang decade of action, jadi yang teori-teori dan sebagainya sudah cukup. Contoh-contoh tadi sudah banyak, kita ada sekitar 400 di repository pembelajaran (SDGs Indonesia Dashboard) supaya nanti untuk networking dan juga tentunya scaling up itu terjadi,” ucap dia.
Pada tahun 2023, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Agus Kardinan mengemukakan pupuk organik bisa digunakan untuk memulihkan lahan pertanian yang kandungan bahan organiknya menurun.
Penggunaan pupuk sintetis secara berlebihan dalam durasi lama dinilai telah menyebabkan banyak lahan pertanian mengalami degradasi kualitas, terutama di Pulau Jawa. Misalnya ialah menyebabkan penurunan kandungan mikroorganisme tanah, sehingga membuat tanah menjadi keras dan rusak.
Dalam arti, pupuk sintesis hanya memberikan nutrisi kepada tanaman, bukan kepada tanah. Adapun pupuk organik memberikan nutrisi kepada tanah.
Menurut Agus, sekitar 60 persen area pertanian lahan kering di Jawa tanahnya memiliki kandungan bahan organik kurang dari 1 persen. Secara keseluruhan, sekitar 65 persen lahan pertanian di Indonesia memiliki kandungan bahan organik di bawah 2 persen.
Di Indonesia, hanya terdapat 29 persen lahan pertanian yang mempunyai kandungan bahan organik 2-3 persen dan cuma 6 persen lahan pertanian yang mengandung bahan organik di atas 3 persen.
Penurunan kandungan bahan organik di lahan pertanian di Indonesia dipengaruhi oleh penggunaan pupuk sintetis.
Menurut data Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), sepanjang tahun 2017-2022 penggunaan pupuk di Indonesia berkisar 10-11 juta ton per tahun, yang didominasi oleh pupuk urea, SP-36, ZA, dan NPK. Penggunaan pupuk organik hanya sekitar 5 persen keseluruhan penggunaan pupuk.
Baca juga: Anggota DPR usulkan reformasi total atasi masalah beras dan pupuk
Baca juga: Wamentan pastikan ketersediaan pupuk guna kejar masa tanam di Oktober
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024