Dalam berbagai kajian, yang masih dikaji sekarang ya, masih dikaji oleh tim, pikiran Pak Prabowo, ada kemungkinan kalau itu dimungkinkan untuk menjadi B50
Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa program biodiesel B50 masih dalam tahap kajian oleh tim untuk mengurangi impor energi sekaligus mendorong penggunaan energi hijau di Indonesia.

Bahlil yang ditemui di sela Penganugerahan Penghargaan Keselamatan Migas Tahun 2024 di Jakarta, Senin malam, mengatakan bahwa saat ini Indonesia telah menyelesaikan implementasi biodiesel B35 dan B40.

"Terkait dengan peralihan daripada pengurangan impor, sekarang B35, B40 udah mau hampir selesai. Dalam berbagai kajian, yang masih dikaji sekarang ya, masih dikaji oleh tim, pikiran Pak Prabowo, ada kemungkinan kalau itu dimungkinkan untuk menjadi B50," kata Bahlil.

Menurut Bahlil, hal itu merupakan langkah awal dalam transisi menuju energi yang lebih ramah lingkungan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Kajian B50 dilakukan sebagai upaya lanjutan untuk mencapai pengurangan impor energi secara signifikan dan mendukung transisi menuju energi hijau di masa depan.

Bahlil menyebutkan bahwa tren global saat ini mengarah pada peralihan dari energi fosil, seperti batubara, menuju energi baru terbarukan, seiring dengan meningkatnya kesadaran terhadap green energy.

Namun, Bahlil menekankan bahwa transisi menuju energi baru terbarukan menghadapi tantangan besar, termasuk kebutuhan investasi kapital yang cukup besar di sektor energi hijau ini.

"Di aspek yang lain kita tahu bahwa hampir semua dunia orang berbicara tentang green energy, terjadi peralihan dari fosil batubara kepada energi baru terbarukan. Ini tantangan baru bagi kita, di saat bersamaan dibutuhkan cost investasi kapital yang tidak sedikit," ungkapnya.

Meskipun demikian, pemerintah optimis bahwa dengan perencanaan yang terukur, Indonesia mampu menghadapi tantangan tersebut, terutama dalam kaitannya dengan target net zero emission pada tahun 2060.

"Nah ini adalah sebuah tantangan untuk kita, tapi bagi kita sekarang adalah kalau kita bicara tentang net zero emission tahun 2060, saya pikir kita masih punya cukup waktu untuk melakukan langkah langkah yang terukur," ujar Bahlil.

Bahlil menambahkan bahwa meskipun tantangan dalam hal investasi dan teknologi cukup besar, Indonesia masih memiliki waktu untuk mempersiapkan diri menuju pencapaian target emisi nol bersih pada tahun 2060.

Pemerintah terus mengkaji berbagai kebijakan yang mendukung transisi energi ini, termasuk implementasi biodiesel B50 yang masih dalam tahap kajian.

Bahlil menyatakan bahwa langkah ini sejalan dengan visi Prabowo untuk memperkuat kemandirian energi dan mempercepat transisi menuju energi terbarukan di Indonesia.

"Ini tidak lebih karena apa? Kita akan mengurangi impor dan mendorong kepada green energy," imbuh Bahlil.

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melaksanakan uji coba implementasi biodiesel B50 di Kalimantan Selatan, guna mewujudkan kemandirian energi nasional yang sejalan dengan visi Indonesia menuju keberlanjutan energi masa depan.

Uji coba bertajuk soft launching Biodiesel B50 dilaksanakan di Pabrik Biodiesel PT. Jhonlin Agro Raya, Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan pada Minggu (18/8).

Menurut Mentan, uji coba implementasi B50 mencatatkan sejarah kemandirian energi nasional yang menjadi mimpi besar Indonesia untuk 5-10 tahun ke depan.

"Ini gagasan besar, Bapak Presiden sekarang dan Bapak Presiden terpilih, Indonesia menjadi lumbung pangan dan mandiri energi. Dua ini kekuatan bisa menggetarkan dunia," ujar Mentan dalam keterangan di Jakarta.

Ke depan, diyakini kebutuhan biodiesel berbasis kelapa sawit sangat besar, khususnya untuk konsumsi dalam negeri dalam mewujudkan ketahanan energi nasional.

Baca juga: Wamentan: B50 menjadi "bargaining" Indonesia kepada dunia
Baca juga: Aprobi sebut lahan sawit tidak perlu diperluas untuk implementasi B50
Baca juga: Mentan: Indonesia bersiap menuju kemandirian energi nasional


Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024