Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menilai tidak alasan bagi Mahkamah Agung untuk menerima peninjauan kembali (PK) mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H. Maming dalam perkara korupsi izin usaha pertambangan (IUP).

Selain itu, MAKI juga menyebut bahwa eksaminasi yang dilakukan pakar hukum terkait perkara tersebut tidak mengikat. Terlebih, hakim yang mengadili perkara bersikap independen.

“Sangat jelas tidak ada alasan untuk menerima PK-nya Mardani H. Maming. Eksaminasi tidak mengikat, hanya sebatas surat cinta, boleh diterima dan juga boleh ditolak; dan hakim independen, tidak bisa dipengaruhi siapa pun,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan diterima di Jakarta, Senin (7/10) malam.

Menurut Boyamin, eksaminasi yang dilakukan pakar hukum hanya sebagai dinamika. Pasalnya, eksaminasi yang dilakukan pakar itu memiliki isi yang tidak jauh berbeda dengan keterangan saksi-saksi meringankan dalam persidangan.

“Mardani Maming saat sidang telah menghadirkan saksi ahli meringankan yang kontennya mirip dengan eksaminasi tersebut, nyatanya ditolak oleh hakim dan Mardani Maming dinyatakan bersalah korupsi,” ucap dia.

Ia turut mengingatkan bahwa putusan hakim, baik di tingkat Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, banding, hingga kasasi sudah memutus bersalah Mardani Maming.

Oleh sebab itu, Boyamin meminta semua pihak, termasuk pakar hukum yang melakukan eksaminasi, untuk menghormati putusan pengadilan.

Sebelumnya, sejumlah pakar hukum melakukan eksaminasi terhadap perkara korupsi Mardani Maming yang dituangkan ke dalam buku bertajuk Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim dalam Menangani Perkara Mardani H. Maming.

Dalam eksaminasi tersebut, pada intinya, pakar hukum menilai perbuatan Mardani yang mengeluarkan SK Bupati Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dari PT BKPL kepada PT PCN tidak melanggar aturan.

Eksaminasi dilakukan oleh sejumlah eksaminator, yakni Hanafi Amrani, Ridwan, Mudzakkir Eva Achjani Zulfa, Mahrus Ali, Karina Dwi Nugrahati Putri, Ratna Hartanto, Ridwan Khairandy, Arif Setiawan, dan Nurjihad. Para eksaminator menjabarkan pandangannya saat acara bedah buku di Sleman, Yogyakarta, Sabtu (5/10).

Diketahui, Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Kalimantan Selatan, memvonis Mardani Maming dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Mardani juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar.

Putusan di tingkat banding tersebut memperberat vonis pengadilan tingkat pertama. Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin menjatuhkan vonis 10 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp110,6 miliar.

Mardani dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dia sempat mengajukan kasasi ke MA, tetapi permohonan itu berakhir kandas. Mardani lantas mengajukan PK dan teregister dengan Nomor Perkara: 1003 PK/Pid.Sus/2024. PK tersebut sedang dalam proses pemeriksaan majelis hakim.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024