Jakarta (ANTARA News) - Sebagian anggota DPR RI menyatakan, pemisahan pengertian Pemilu dan Pilkada sebagaimana tertuang dalam usulan Presiden RI mengenai materi RUU Penyelenggaraan Pemilihan Umum, tidak tepat dan membingungkan. "Dalam usulan itu, Pilkada seolah-olah domain pemerintah daerah. Padahal, rezim Pemilu itu terdiri atas pemilihan legislatif, presiden dan kepala daerah," kata Ferry Mursyidan Baldan (Fraksi Partai Golkar), Kamis malam di sela-sela rapat kerja antara Panitia Khusus (Pansus) DPR RI dengan Mendagri dan Menhukam di Gedung DPR/ MPR RI, Senayan, Jakarta. Rapat ini secara khusus hanya diisi agenda pembacaan tanggapan Pimpinan Pansus atas pandangan dan pendapat Presiden tentang Rancangan Undang Undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu) yang disampaikan melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri), 28 September lalu. Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu DPR RI, H Saifullah Ma`shum (F PKB), pada kesempatan itu, menyatakan, setelah mencermati pandangan dan pendapat Presiden, tercatat empat hal pokok patut mendapat perhatian serius pemerintah. Yakni, tentang pengertian Pemilu dan kaitannya dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), evaluasi terhadap keberadaan organisasi KPU, keberadaan Sekjen dan Sekretaris KPU, serta masalah pertanggungjawaban KPU. Dikatakan, Pilkada sesungguhnya termasuk dalam pengertian dan kegiatan Pemilu, yang sebagaimana Pemilihan Presiden (Pilpres) dilaksanakan oleh sebuah institusi penyelenggara, yakni KPU. Rapat kerja ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pembicaraan tingkat pertama pembahasan RUU, menanggapi pandangan Presiden RI, 28 September lalu. Selanjutnya, dijadwalkan rapat-rapat pembahasan mulai tanggal 11 Oktober depan, sehingga akhir tahun ini diharapkan RUU tersebut sudah bias disahkan menjadi Undang Undang (UU). Sementara itu, menyangkut evaluasi terhadap keberadaan organisasi KPU dan kinerja aparatnya, menurut Pansus, jelas bertentangan dengan prinsip lembaga itu yang nasional, tetap serta mandiri. "Artinya, tidak boleh ada kekuatan tertentu yang mempengaruhi mulai dari rekrutmen anggota hingga pertanggungjawaban KPU nanti," tegas H Saifullah Ma`shum. Pansus juga menyorot kritis tentang masalah Sekretaris Jenderal KPU, karena RUU yang diajukan Presiden pada dasarnya tidak menghalangi PNS untuk menjabatnya. "Mestinya, kita jangan menjadikan hal ini sebagai penghalang terhadap potensi-potensi yang ada," katanya. Di akhir pembacaan tanggapannya, H Saifullah Ma`shum atas nama seluruh anggota Pansus meminta pengertian pemerintah untuk segera mempercepat pembahasan mengenai RUU tersebut. "Sangat penting artinya apabila kita dapat segera menyelesaikan pembahasan RUU ini, mengingat periode masa keanggotaan KPU yang telah berakhir dan diperpenjang melalui Perpu Nomor 1 Tahun 2006 yang disetujui DPR RI dan ditetapkan menjadi UU Nomor 10 Tahun 2006. Keanggotaan KPU baru harus segera terisi berdasarkan undang-undang baru," katanya lagi. Mendapat kesempatan berbicara, Mendagri M Ma`ruf hanya memanfaatkannya kurang dari satu menit. "Atasnama pemerintah dan Presiden, terima kasih atas tanggapan Pansus. Ini akan jadi kajian kami dan disandingkan dengan pandangan kami," katanya singkat. Rapat yang dijadwalkan berakhir pukul 19.30 WIB itu pun berlangsung lebih singkat sekitar setengah jam. Namun, ketidakhadiran Menteri Hukum dan HAM (Menhukam), Hamid Awaluddin, menjadi perbicangan serius sejumlah kalangan, baik anggota dewan maupun aktivis LSM yang hadir. "Dia mestinya harus hadir bersama Mendagri atasnama Presiden. Tapi tak masalah kok, satu wakil saja cukup," kilah Ferry Mursyidan Baldan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006