Kado lain Jokowi untuk Papua adalah Program BBM Satu Harga, yang menjadi terobosan untuk memangkas mahalnya biaya bahan bakar dan transportasi di Papua

Pada 2025--2029, PDB Papua diharapkan mencapai 6,8-7,2 persen, dengan kontribusi 2,4 persen. Pertumbuhan tertinggi diharapkan diraih Papua pada 2030--2034 yakni mencapai 7,8--8,4 persen, dengan kontribusi 2,7 persen terhadap PDB Nasional. Sumbangsih PDB Papua diharapkan bisa mencapai 3 persen pada 2040--2045.

Aktivitas perekonomian wilayah Papua diharapkan masih akan terus terakselerasi dengan penyiapan pengembangan kawasan terintegrasi perikanan, perkebunan, pangan lokal sagu dan padi, peningkatan infrastruktur konektivitas (pengembangan Bandara Domine Eduard Osok, Bandara Wamena, serta peningkatan Jalan Trans Papua).

Highlight intervensi lainnya yaitu pengembangan KEK Sorong dan hilirisasi industri tembaga di Papua Tengah, percepatan pembangunan Kawasan Industri Teluk Bintuni dan Kawasan Industri Fakfak, serta pengembangan kawasan pariwisata di Kabupaten Raja Ampat.

Kado lain Jokowi untuk Papua adalah Program BBM Satu Harga, yang menjadi terobosan untuk memangkas mahalnya biaya bahan bakar dan transportasi di Papua.

Selama puluhan tahun masyarakat Papua harus menanggung biaya bahan bakar berlipat-lipat dibanding saudara-saudara mereka di Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Harga solar yang di Jawa hanya Rp6.450 per liter, harus ditebus penduduk Papua Rp60.000 per liter. Jika cuaca buruk bisa melambung hingga 100.000 per liter. Dengan program itu kini rakyat Papua telah menikmati BBM dengan harga sama dengan daerah lain.

 

Refleksi

Apakah yang telah dilakukan Presiden Jokowi selama satu dekade pemerintahannya cukup bagi Papua? Biar masyarakat Papua yang menjawabnya.

Namun, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melansir beberapa catatan mengenai faktor penghambat pembangunan di wilayah tersebut. Di bidang ekonomi, pengembangan ekonomi dinilai belum inklusif. Ini ditunjukkan dari nilai IPEI (Indeks Pembangunan Ekonomi Inklusif) yang masih rendah, seperti pada pertumbuhan per kapita, persentase pekerja berpendidikan, dan rasio kemiskinan.

Selain itu, Papua juga punya skor rendah pada nilai tambah dan produktivitas komoditas unggulan wilayah terintegrasi hulu-hilir hingga pengembangan pusat pertumbuhan seperti KEK. Pemberdayaan pelaku UMKM juga dinilai belum optimal dan belum memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi wilayah.

Begitu pula pada bidang sosial, sarana-prasarana, desentralisasi dan otonomi daerah, stabilitas pertahanan dan keamanan, serta sosial budaya dan ekologi. Itu tercermin dari masih rendahnya kualitas dan daya saing SDM, kualitas kesehatan masyarakat, aksesibilitas dan konektivitas intra dan antarwilayah Papua.


 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024