Ekstensifikasi lahan pertanian tidak bisa dihindari jika kita ingin mengejar swasembada pangan.

Jakarta (ANTARA) - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan bahwa ekstensifikasi lahan merupakan langkah wajib untuk mencapai swasembada pangan, guna meningkatkan produksi dan mengurangi ketergantungan impor di Indonesia.

“Ekstensifikasi lahan pertanian tidak bisa dihindari jika kita ingin mengejar swasembada pangan. Ini bukan tugas mudah, tetapi wajib dilakukan,” kata Senior Ekonom dari Indef Tauhid Ahmad saat menjadi pembicara pada kegiatan FGD “Perluasan Lahan Sawah Sebagai Kunci Menuju Kedaulatan Pangan”, di Bogor, Jawa Barat, Senin.

Tauhid menyoroti target pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden terpilih Prabowo Subianto pada 2029.

Tauhid melihat target tersebut masih bisa dicapai dengan beberapa kondisi, seperti pertumbuhan kredit perbankan, lapangan kerja, dan investasi harus tumbuh di atas pertumbuhan rata-rata 16 tahun terakhir.

Khusus untuk sektor pertanian, Tauhid menyebutkan swasembada pangan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi.

Ia menyebut bahwa sejarah menunjukkan saat Indonesia berhasil mencapai swasembada pada era Soeharto, sektor pertanian mampu tumbuh hingga 5 persen.

"Namun, untuk mencapainya lagi, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah ekstensifikasi lahan sawah secara besar-besaran," ujarnya dalam keterangan di Jakarta.

Dengan proyeksi kebutuhan beras nasional mencapai 33 juta ton, kata Tauhid lagi, Indonesia perlu memproduksi minimal 35 juta ton beras. Ini berarti diperlukan pembukaan lahan baru untuk sawah, dan ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah.

“Tapi pemerintah harus memiliki target produksi yang jelas untuk lahan-lahan baru tersebut, apalagi produktivitasnya pasti tidak akan bisa langsung setinggi lahan existing. Jadi lokasinya di mana saja dan kemampuan produksinya berapa, itu harus bisa diprediksi dari sekarang,” ujar Tauhid pula.

Pada kesempatan tersebut, Tauhid menanggapi soal Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang disusun pemerintah dengan visi presiden terpilih Prabowo Subianto yang tertuang dalam "Asta Cita".

“Dari delapan Asta Cita, tiga di antaranya secara eksplisit mendukung kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, dan air. Namun dokumen RPJM yang disusun pemerintah justru tidak mengakomodasi sektor pertanian sebagai prioritas utama,” ujar Tauhid.

Dalam Asta Cita, terdapat tiga program prioritas terkait sektor pertanian yang dinilai penting untuk mencapai kemandirian pangan. Pertama, mencapai swasembada pangan, energi, dan air.

Kedua, menjamin ketersediaan pupuk, benih, dan pestisida langsung ke petani. Ketiga, melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi berbasis sumber daya alam.

Lebih lanjut, Tauhid menegaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan, khususnya target 8 persen pada 2029, sinkronisasi antara RPJM dan Asta Cita sangat krusial.
Baca juga: Mentan ajak pengusaha Tionghoa sukseskan program cetak sawah
Baca juga: Mewujudkan keamanan pangan dengan menggandeng aparat hukum

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024