Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyatakan perkawinan usia dini/anak rentan menimbulkan kekerasan karena berhubungan dengan relasi kuasa yang tak seimbang.
"Karena relasi kuasa yang tidak seimbang antara suami dan istri yang mungkin suaminya lebih dewasa, sehingga banyak sekali terjadi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak," ujar Deputi IV Kemenko PMK Woro Srihastuti di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan anak-anak yang "dipaksa" untuk menikah rentan hak-haknya terberangus, baik dari segi pendidikan, kesehatan, hingga pelayanan dasarnya. Di sisi lain, segi fisik dan psikologis mereka belum siap.
Secara data dari SIGA Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), angka prevalensi perkawinan anak pada 2023 sebesar 6,92 persen atau menurun dari 2022 yang menyentuh 8,06 persen. Terdapat 10 provinsi dengan angka perkawinan anak yang masih tinggi, yakni NTB, Papua, Sulawesi Utara, Bangka Belitung, Jateng, Papua Barat, Maluku, Bali, Sumatera Barat, dan DKI Jakarta.
Baca juga: Kemenag ajak mahasiswa jadi agen cegah perkawinan anak
Namun, katanya, hal yang harus diwaspadai berupa pernikahan yang tidak tercatat atau terlaporkan. Apabila pernikahan yang terlaporkan saja rentan terjadi kekerasan, apalagi perkawinan anak yang tak terlaporkan.
"Sehingga kita sulit untuk melakukan intervensi-intervensi, apakah anak-anak itu tetap mendapatkan pendidikan, layanan kesehatan, maupun layanan kontrasepsi," kata dia.
Ia meminta semya pihak untuk lebih fokus dan mengarahkan perhatian kepada perkawinan anak yang tidak tercatat/terdokumentasikan serta menyiapkan pelayanan dasar terutama pendidikan, kesehatan, dan pendampingan.
"Peningkatan kesadaran publik melalui sosialisasi dan advokasi untuk mencegah perkawinan anak," kata dia.
Juru Bicara Kementerian Agama (Kemenag) RI Sunanto menyampaikan bahwa Kantor Urusan Agama (KUA) tidak melayani pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang.
"Kalau (menikah) resmi pasti ketolak, kalau resmi ya. Kalau nikah resmi belum cukup umur, pasti ketolak. Berarti tidak ada yang resmi itu nikahnya," kata dia.
Baca juga: Menteri Bintang minta pemda dengar dan tindak lanjuti Suara Anak
Baca juga: Eny Retno Yaqut sebut perkawinan anak mengancam hak dan kesehatan
Baca juga: YKP: Penting edukasi kesehatan reproduksi cegah perkawinan anak
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024