Mataram (ANTARA) - Tersangka korupsi proyek pembangunan jalan menuju Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tunak berinisial SU yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) kabur dari giat penangkapan penyidik pada Kejaksaan Negeri Lombok Tengah.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Tengah Bratha Hariputra melalui sambungan telepon, Senin, mengatakan bahwa giat tersebut berdasarkan adanya surat perintah penangkapan dari Kepala Kejari Lombok Tengah.

"Iya, jadi tadi kami ke sana (rumah SU) sesuai dengan surat perintah penangkapan. Tanya istrinya baik-baik apakah ada (tersangka SU), dijawab tidak ada. Bisa tunjukkan di dalam (rumah), ternyata memang enggak ada (tersangka SU)," kata Bratha.

Dari keterangan istri tersangka SU, penyidik telah mendapatkan informasi bahwa SU tidak balik ke rumah sejak adanya putusan praperadilan dalam perkara tersebut. Muncul dugaan bahwa tersangka SU sudah berada di luar daerah.

"Iya, sepertinya (sudah keluar daerah) karena informasi dari istrinya bilang terakhir sejak putusan praperadilan (pulang ke rumah)," ujarnya.

Atas kondisi tersebut, Bratha mengatakan bahwa pihaknya belum menetapkan tersangka SU masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kejaksaan.

"Status DPO? Belum. Insyaallah sebentar lagi, waktunya enggak bisa langsung kami terbitkan, ada proses," ucap dia.

Tim Kejari Lombok Tengah melakukan giat tersebut sekitar pukul 10.30 Wita dengan menyambangi rumah tersangka SU di Ampenan, Kota Mataram.

Tersangka SU dalam perkara ini sebelumnya sudah berulang kali dipanggil penyidik untuk diperiksa sebagai tersangka.

Kepala Kejari Lombok Tengah Nurintan telah menyampaikan bahwa penyidik sudah melakukan pemanggilan tersangka SU sesuai dengan prosedur.

"Iya, sebenarnya kami sudah panggil tiga kali tersangka (SU) untuk menghadap ke jaksa, tetapi belum juga hadir. Masih tunggu iktikad baiknya," kata Nurintan saat ditemui di Mataram, Senin (30/9).

Baca juga: Kejaksaan Lombok Tengah geledah kantor PUPR NTB
Baca juga: BKSDA NTB terus benahi TWA Gunung Tunak penyangga KEK Mandalika


Perihal peluang untuk jemput paksa sesuai dengan aturan KUHAP yang memperbolehkan penyidik melakukan hal tersebut apabila yang bersangkutan mangkir tanpa alasan yang sah dari dua kali pemanggilan, Nurintan membenarkan adanya aturan tersebut.

"Jemput paksa? Bisa. Akan tetapi, kami masih lihat dahulu iktikad baiknya yang bersangkutan. Kami masih kasih waktu, artinya panggil resmi sesuai aturan, itu sudah kami lakukan. Sesuai dengan SOP, kami juga panggil yang bersangkutan lewat media," ujarnya.

Perihal upaya pemberkasan, Nurintan mengatakan bahwa penyidik kini tinggal menunggu keterangan SU dalam pemeriksaan sebagai tersangka. Apabila penyidik sudah mendapatkan keterangan SU sebagai tersangka, penyidik akan melanjutkan penanganan ke pelimpahan berkas ke jaksa peneliti atau tahap satu.

"Untuk pemberkasan, sebenarnya sudah rapi semua, tetapi kami masih perlu melakukan pemeriksaan (SU) sebagai tersangka, baru ada tahap satu," ucap dia.

Dengan menyampaikan hal itu, Nurintan menegaskan bahwa kondisi tersangka SU yang tidak hadir dari tiga kali pemanggilan tidak akan menghambat penanganan yang sebelumnya pihak kejaksaan pernah kalah praperadilan dalam kasus tersebut.

"Nanti 'kan masih ada upaya paksa. Tenang saja. Prosesnya (prosedur) kami lalui semua. Kami belajar dari pengalaman, karena kami pernah di praperadilan-kan tahun lalu. Jadi, kali ini kami benar-benar siap, jangan sampai PP (praperadilan) lagi," kata Nurintan.

Dalam penanganan kasus ini Kejari Lombok Tengah sudah mengantongi hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dari Inspektorat NTB dengan nilai Rp333 juta. Berdasarkan hasil audit, nilai kerugian muncul dari kekurangan pekerjaan.

Baca juga: Wisata Gunung Tunak diharapkan Go Internasional
Baca juga: Korsel hibahkan Rp20 miliar untuk Gunung Tunak


Terkait dengan kasus ini, Kejari Lombok Tengah tercatat pernah menghadapi gugatan praperadilan dari tiga pemohon yang sebelumnya menjadi tersangka dengan inisial MNR, konsultan pengawas, direktur PT Indomine Utama sebagai pelaksana proyek berinisial FS, dan SU yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek.

Hakim tunggal praperadilan pada Pengadilan Negeri Praya dalam putusan tertanggal 6 Juli 2023 menyatakan rangkaian tindakan penyidikan yang dilakukan termohon (Kejari Lombok Tengah) terhadap pemohon adalah tidak sah.

Meskipun kalah dalam gugatan praperadilan, kejaksaan tetap melanjutkan penyidikan dengan menggunakan surat perintah penyidikan yang baru.

Kejari Lombok Tengah menjalankan hal tersebut dengan merujuk Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 yang mengatur putusan praperadilan tidak menggugurkan pokok perkara.

Usai melakukan penyidikan ulang, SU yang kini kembali menjadi tersangka mengajukan gugatan praperadilan. Hasilnya hakim praperadilan pada Pengadilan Negeri Lombok Tengah dalam putusan pada hari Selasa (10/9) menolak gugatan praperadilan SU.

Proyek jalan menuju TWA Gunung Tunak dibangun pada tahun 2017. Pembangunan dilakukan melalui anggaran Dinas PUPR NTB senilai Rp3 miliar.

Namun, jalan tersebut ambrol setelah ada serah terima sementara pekerjaan dari rekanan pelaksana dari PT Indomine Utama kepada pihak pemerintah.

Kondisi jalan yang rusak diperkirakan sepanjang 1 kilometer. Atas temuan tersebut, jaksa melakukan penyelidikan dengan menemukan adanya indikasi kekurangan spesifikasi dan volume pekerjaan sesuai hasil pemeriksaan ahli konstruksi dari Nusa Tenggara Timur (NTT).

Jaksa dalam penyidikan sebelumnya turut menggandeng ahli audit dari akuntan publik dengan merujuk hasil pemeriksaan ahli konstruksi.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024