Jakarta (ANTARA) - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai pembentukan batalyon infanteri (yonif) penyangga daerah rawan (PDR) sangat strategis untuk meningkatkan keamanan sekaligus kemandirian ekonomi daerah konflik.

"Dari sudut pandang strategis, yonif PDR mencerminkan pendekatan hybrid yang menggabungkan dua fokus yakni pembangunan dan keamanan," kata Fahmi saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Senin.

Menurut Fahmi, upaya TNI dalam membangun infrastruktur dan perekonomian di bidang pertanian dapat berdampak pada stabilitas keamanan wilayah tersebut.

Dengan meningkatnya sektor ekonomi di wilayah itu, TNI akan lebih mudah mendapatkan rasa kepercayaan masyarakat sehingga konflik pun dapat diredakan secara perlahan.

"Ini bisa dianggap sebagai upaya soft approach, yang berfokus pada membangun hubungan positif dengan masyarakat setempat," kata Fahmi.

Namun demikian, Fahmi menekankan bahwa TNI juga telah mempersiapkan kekuatan militer secara fisik untuk menangkal konflik jika situasi semakin memburuk.

Namun demikian, Fahmi berharap dalam prakteknya TNI tidak terlalu sering menggunakan pendekatan militer secara fisik untuk mengatasi konflik di wilayah. Hal tersebut dapat berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap TNI hingga berujung munculnya perasaan tidak aman.

"Keberadaan militer yang intens di wilayah rawan dapat menciptakan perasaan diawasi, di mana warga merasa tertekan dan tidak aman. Ini dapat mengarah pada alienasi masyarakat yang seharusnya menjadi mitra pembangunan," kata Fahmi.

Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto meresmikan lima batalyon infanteri penyangga daerah rawan yang dua di antaranya tersebar di Provinsi Papua, dua di Papua Selatan, dan satu di Papua Barat Daya, Rabu (2/10).

Lima batalyon penyangga itu mencakup Yonif 801/Ksatria Yuddha Kentswuri bermarkas di Kabupaten Keerom, Provinsi Papua; Yonif 802/Wimane Mambe Jaya bermarkas di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua.

Berikutnya, Yonif 803/Nduka Adyatma Yuddha bermarkas di Kabupaten Boven Digoel di Provinsi Papua Selatan; Yonif 804/Dharma Bhakti Asasta Yudha bermarkas di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan; dan terakhir Yonif 805/Ksatria Satya Waninggap bermarkas di Sorong, Papua Barat Daya.

Lima batalyon itu masing-masing diperkuat oleh 691 prajurit.

Panglima TNI menjelaskan batalyon penyangga itu punya tugas yang spesifik, yaitu mendukung program ketahanan pangan pemerintah.

Oleh karena itu, mereka bakal bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan masyarakat setempat untuk menanam komoditas pangan utama, salah satunya padi.

"Batalyon-batalyon ini di bawah komando daerah militer (kodam), ada Kodam XVIII/Kasuari dan Kodam XVII/Cenderawasih. Batalyon ini punya spesifikasi untuk ada batalyon konstruksi, ada batalyon produksi. Kami akan melaksanakan program pertanian di wilayah Papua dan batalyon-batalyon ini akan membantu," kata Panglima TNI.

Baca juga: KSAD sebut prajurit yonif penyangga di Papua dibekali ilmu pertanian
Baca juga: Panglima TNI resmikan lima batalyon penyangga daerah rawan untuk Papua

 

Pewarta: Walda Marison
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2024