... tak bermaksud mengarahkan saudara AT... "
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Staf Teritorial TNI, Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo, menyebutkan TNI mutlak netral menghadapi Pemilu Presiden 2014, apalagi sudah ada UU TNI dan instruksi presiden yang mempertegas posisi TNI wajib netral di Pemilu Presiden.
"Institusi TNI tidak punya hak untuk memilih netral atau tidak, karena kenetralan itu mutlak melekat ke lembaga TNI," kata pensiunan jenderal berbintang tiga yang dikenal sebagai intelektual TNI itu, di Jakarta, Senin.
Berkaitan itu, ulah bintara pembina desa (babinsa) yang masuk ke wilayah politik selain melanggar UU dan Inpres, telah menciderai lembaga TNI tempat dia mengabdikan diri.
"Di masa damai seperti sekarang, masalah pendataan penduduk bukan tanggung jawab babinsa, tetapi itu urusan pemerintah daerah," katanya.
Di masa sebelumnya ketika Indonesia menghadapi keadaan darurat dan dwifungsi ABRI masih diberlakukan, pembinaan dan pendataan penduduk memang dilakukan bintara pembina desa.
Namun fungsi TNI sekarang ini adalah alat pertahanan negara untuk menjaga keutuhan NKRI serta kedaulatan bangsa dan negara dari ancaman luar negeri; bukan sebagai alat politik.
"Karenanya di masa damai seperti sekarang, tidak boleh ada babinsa melakukan kegiatan seperti pada masa darurat atau era dwifungsi ABRI," katanya.
Selain itu, ia menegaskan tidak boleh ada tarikan capres dan cawapres untuk memanfaatkan babinsa untuk melakukan kegiatan yang merusak netralitas TNI, dan mereka (capres-cawapres) seharusnya menghormati netralitas TNI yang bersifat mutlak.
Para purnawiran TNI juga diminta untuk tidak mempengaruhi para prajurit aktif TNI untuk melakukan pemihakan dalam pilpres, karena tindakan itu akan menciderai TNI.
Masalah netralitas TNI kembali menjadi sorotan tajam ketika ditemukan oknum babinsa yang melakukan pendataan dan pengarahan warga Jakarta untuk memihak salah satu pasangan capres-cawapres.
Berkaitan itu, TNI AD telah mengusut kasus tersebut. Oknum prajurit TNI AD Koptu Rusfandi disebutkan mengarahkan warga DKI Jakarta untuk memilih salah satu calon presiden, Prabowo Subianto, sehingga oknum tersebut dihukum dengan penahanan berat selama 21 hari.
"Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Budiman telah memerintahkan Pangdam Jaya Mayjen TNI Mulyono untuk mengusut tuntas adanya tuduhan tersebut," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Andika Perkasa.
Pengusutan terhadap beberapa personel di jajaran Kodim Jakarta Pusat dilakukan oleh Tim Gabungan dari Kodam Jaya sejak Kamis (5/6) sampai dengan Minggu (8/6) pukul 04.00 WIB dini hari tadi.
"Hasilnya Koptu Rusfandi, yang mendapat perintah untuk melaksanakan tugas-tugas Bintara Pembina Desa di Kelurahan Cideng, Kecamatan Gambir, tak bermaksud mengarahkan saudara AT (dan warga lain yang didatangi) untuk memilih salah satu capres," kata Andika.
Tetapi, yang bersangkutan memang benar mendatangi warga di daerah tanggung jawab satuannya untuk mendata preferensi warga apa yang akan mereka pilih di Pilpres 2014.
Sehubungan itu, Widjojo menyebutkan pendataan preferensi warga semestinya tak dilaksanakan babinsa menjelang pilpres.
Pilpres 9 Juli 2014 diikuti dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014