Istanbul (ANTARA) - Penyerbuan Israel yang mengakibatkan genosida Palestina di Jalur Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem merupakan salah satu konflik paling destruktif di abad ke-21.
Konflik akibat kebrutalan pasukan Zionis Israel itu telah mengakibatkan total 41.825 jiwa tewas, 96.910 terluka, dan lebih dari 10.000 orang dilaporkan hilang di bawah reruntuhan.
Perang ini tidak hanya menargetkan warga sipil, tetapi juga meninggalkan banyak infrastruktur wilayah tersebut dalam keadaan porak poranda, situasi membahayakan dan membunuh petugas kesehatan, serta kehancuran pada bangunan rumah, sekolah, dan seluruh lingkungan, sebagai sasaran membabi buta Israel.
Setahun berlalu, Anadolu mengulas berbagai bentuk penghancuran yang terjadi di Gaza.
Edukasi: Penghancuran Pendidikan
Serangan mematikan Israel telah menyebabkan kerusakan signifikan pada institusi pendidikan di Gaza.
Setidaknya 354 orang tewas akibat serangan udara Israel pada bangunan sekolah yang menampung pengungsi antara 1 Juni dan 1 September, menurut ABC News.
Lebih dari 718.000 siswa di Gaza telah mengalami gangguan dalam pendidikan mereka akibat perang, dengan total 456 sekolah, universitas, dan gedung universitas yang telah rusak atau hancur.
Per 27 Agustus 2024, Kementerian Pendidikan setempat melaporkan lebih dari 10.888 pelajar tewas, bersama dengan 529 guru dan staf administrasi. Total, 17.224 anak dan 3.686 guru terluka di Gaza.
Anak-anak di wilayah pendudukan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, juga menghadapi tantangan saat tahun ajaran baru dimulai.
UNICEF melaporkan bahwa meningkatnya kekerasan dan pembatasan gerak sejak Oktober 2023 telah menciptakan hambatan tambahan bagi 782.000 siswa di wilayah tersebut.
Data dari Kementerian Pendidikan dan Kelompok Pendidikan menunjukkan bahwa antara 8 persen -20 persen sekolah di Tepi Barat telah ditutup sejak saat itu, menurut UNICEF.
Setidaknya 45.000 anak berusia enam tahun di Jalur Gaza kehilangan kesempatan untuk memulai tahun pertama sekolah mereka.
Anak-anak kelas satu ini bergabung dengan 625.000 anak yang telah kehilangan satu tahun sekolah penuh dan kini menghadapi risiko signifikan untuk kehilangan tahun kedua berturut-turut pendidikan mereka.
Ekosida: Penghancuran Lingkungan
Perang genosida Israel di Gaza telah menyebabkan kerusakan signifikan pada lingkungan akibat penggunaan amunisi.
Istilah "ekosida" didefinisikan oleh European Law Institute sebagai "devastasi dan penghancuran lingkungan yang merugikan kehidupan."
Konsep ini diperkenalkan pada tahun 1970-an selama Perang Vietnam oleh profesor biologi Amerika Arthur Galston, yang memprotes penggunaan herbisida dan defoliant, Agent Orange, oleh militer AS untuk menghilangkan daun dan tanaman milik pasukan musuh.
Per Juni, biaya lingkungan untuk membangun kembali Gaza diperkirakan mencapai 60 juta metrik ton emisi karbon, menurut studi yang dilaporkan oleh Euronews dan diterbitkan di Social Science Research Network.
Emisi dari 120 hari pertama konflik telah melampaui emisi tahunan dari 26 negara dan wilayah, dengan Israel menyumbang 90 persen dari total tersebut.
Penilaian PBB menemukan bahwa armada lebih dari seratus truk akan memerlukan waktu 15 tahun untuk menghapus hampir 40 juta metrik ton puing-puing dari Gaza, dengan biaya operasi antara 500 juta dolar AS (sekitar Rp7,8 triliun) dan 600 juta dolar AS (sekitar Rp9,36 triliun), seperti dilaporkan The Guardian pada bulan Juli.
Penilaian itu menemukan bahwa tempat pembuangan besar yang mencakup antara 250 hingga 500 hektar akan diperlukan untuk membuang puing-puing tersebut, tergantung pada jumlah yang dapat didaur ulang.
Domicide: Penghancuran Perumahan
Serangan yang terus berlanjut dari Israel juga telah menghancurkan banyak rumah dan infrastruktur di Gaza.
Kelompok Kerja Teknis Perumahan, Tanah, dan Properti melaporkan pada bulan September bahwa setidaknya 297.000 unit perumahan di Gaza telah mengalami kerusakan, dengan 87.000 di antaranya hancur total, menurut pernyataan dari UNRWA.
Perkiraan biaya kerusakan pada infrastruktur penting di Gaza sekitar 18,5 miliar dolar AS (sekitar Rp288,6 triliun).
Dari total tersebut, 72 persen disebabkan oleh kerusakan di sektor perumahan, 19 persen pada infrastruktur layanan publik, termasuk air, kesehatan, dan pendidikan, dan 9 persen pada bangunan komersial dan industri.
Setidaknya 1,9 juta orang di Jalur Gaza menjadi pengungsi internal, termasuk mereka yang telah dipindahkan beberapa kali, menurut PBB.
Penghancuran Layanan Kesehatan
Menurut WHO, Israel melakukan 516 serangan yang menargetkan sistem kesehatan Palestina di Gaza dan 619 di Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur, antara 7 Oktober tahun lalu dan 23 September.
Serangan terhadap layanan kesehatan mengakibatkan 765 orang tewas, mempengaruhi 110 fasilitas, serta 32 rumah sakit yang rusak dan 115 ambulans, termasuk 63 yang mengalami kerusakan.
Di Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur, terdapat 25 kematian dan 111 cedera, dengan 444 ambulans dan 56 fasilitas kesehatan yang terkena dampak serangan terhadap layanan kesehatan.
Penghancuran Budaya
Pemboman Israel di Gaza juga menargetkan warisan sejarah wilayah tersebut.
Menurut UNESCO, hingga 17 September, Israel telah merusak 69 situs di Gaza, termasuk 10 situs keagamaan, 43 bangunan yang memiliki nilai sejarah dan/atau artistik, dua tempat penyimpanan barang budaya bergerak, enam monumen, satu museum, dan tujuh situs arkeologi.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Fasilitas kesehatan di Gaza selatan sudah mencapai ambang kehancuran
Baca juga: PBB: Ekonomi Gaza susut hingga 1/6 dari nilai sebelum diserbu Israel
Penerjemah: Primayanti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024